Lihat ke Halaman Asli

Perawat, Pahlawan Tanpa Tanda Jasa (Selanjutnya)

Diperbarui: 24 Juni 2015   13:00

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Kesehatan. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Schantalao

Jika saat tahun 90 an ke bawah kita kenal istilah, guru pahlawan tanpa tanda jasa. Mungkin melihat realita yang ada saat ini, sebentar lagi istilah itu akan berganti menjadi perawat pahlawan tanpa tanda jasa. Perubahan itu bisa saja benar-benar terjadi, karena saat ini, (alhamdulillah) pemerintah kita sudah mulai memperhatikan nasib para guru kita yang tercinta dengan memberikan tunjangan penghasilan yang layak. Apalagi jika guru tersebut sudah melalui proses sertifikasi.Paling tidak penghasilan guru saat ini sudah cukup untuk mengkredit rumah dan mobil dan mampu menyekolahkan anak-anak mereka di pendidikan yang layak. Namun kesejahteraan guru sebagai salah satu tiang utama penyokong meningkatnya kualitas pendidikan di Indonesia tidak diikuti dengan perhatian pemerintah terhadap para perawat (selain dokter) yang merupakan tiang utama penyokong kesehatan masyarakat di Indonesia.

Memang cukup memprihatinkan nasib para tenaga kesehatan di Indonesia, Selain dokter yang mulai tidak diperhatikan nasibnya, saat ini nasib para perawat (walaupun tidak semua) mungkin bisa dibilang jauh lebih memprihatinkan. Sebagaimana sedikit pangamatan saya, saya pernah magang di salah satu rumah sakit milik salah satu instansi pemerintah di kota M di salah satu ibu kota provinsi di indonesia bagian tengah. Selama saya magang di sana, saya mendapatkan pengalaman yang sangat memprihatinkan. bagaimana tidak, seorang perawat yang sudah melewati masa pendidikan 3 tahun (D3) dengan biaya yang tidak sedikit, merawat pasien dengan penuh kesabaran dan beresiko tertular berbagai macam penyakit, harus rela di bayar sebesar 500 ribu rupiah setiap bulannya. Dengan uang segitu, mereka harus bisa memenuhi seluruh kebutuhan hidupnya. Saya sempat membayangkan, apalah yang akan saya lakukan dengan uang sgitu, padahal saat saya magang sebagai dokter yang dibayar 1,2 juta sebulan sudah terasa sangat sulit sekali untuk memenuhi kebutuhan hidup. Ini baru potret kehidupan perawat yang hidup di perkotaan, bagaimana dengan yang di daerah terpencil? apa tidak lebih memprihatinkan lagi keadaan mereka.

sungguh sangat amat memprihatinkan memang. di tengah hingar bingar korupsi para pejabat kita. di tengah biaya kampanye yang menghabiskan milyaran rupiah, namun sepertinya mereka melupakan apa yang para penyokong tiang kesehatan masyarakat di Indonesia. Orang-orang yang mengabdikan malamnya meninggalkan keluarga untuk merawat pasien. orang-orang paling rentan tertular penyakit karena paling berinteraksi dengan pasien. Apa mungkin jika para pembesar kita jika dirawat di rumah sakit tidak membutuhkan perawat dan dokter?

Saya berharap semoga para perawat dan dokter tetap setia dengan tugas mulianya. semoga pemerintah segera memperhatikan nasib para perawat dan dokter di Indonesia...




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline