Tak terbayangkan sebelumnya bahwa kami akan pergi ke Everest walau hanya sekedar sampai ke Base Camp nya saja. Perencanaan perjalanan dilakukan berbulan-bulan sebelumnya.
Melatih stamina fisik dan mental, bersepeda naik turun bukit, berenang , lari . dan treadmill jadi menu sehari hari, selain persiapan perjalanan : transportasi dan akomodasi juga berbagai persyaratan lainnya seperti ijin-ijin termasuk asuransi. Rencananya kami akan melakukan perjalanan tersebut selama 16 hari, yaitu 12 hari treking ditambah perjalanan Bandung-Kathmandu pulang pergi selama 4 hari.
Kami dibantu oleh lokal agen kami di Kathmandu untuk mempersiapkan segala macam kebutuhan pendakian seperti akomodasi, pengaturan guide, porter, suplai makanan dan ijin ijin yang disiapkan di Kathmandu.
Dia berulang ulang menyampaikan bahwa trek ini aman. Pertanyaan-pertanyaan tak habis habisnya mengenai equipment yang harus kami bawa, persiapan fisik , AMS (Accute Moutain Sikcnes) juga ketinggian yang tidak biasa yang acap jadi momok bagi kami yang notabene tidak akrab dengan daerah ketinggian. Dia menjawab dan memastikan selama kita mengikuti semua arahan darinya, insya allah semua aman.
Everest Base Camp adalah route klasik, tempat tujuan akhir para trekker yang tak punya keahlian khusus untuk mendaki kecuali mampu berjalan kaki, mental kuat dan "berfoto selfie", juga tanpa memerlukan peralatan pendakian yang banyak .
Karena kalau mendaki lebih ke atas lagi dari Base Camp, maka kita akan dicatat sebagai bagian dari "orang-orang gila" sejati yang mencoba menaklukan ego diri, menafikan akal sehat, menembus segala batas-batas kemampuan fisik dan mental manusia mencapai ujung dunia, titik tertinggi .
Tantangan EBC adalah "hanya" treking berjarak 65km dari ketinggian 2790m menuju 5365m, namun turun naik nya ekstrim, jadi maklum saja kalau trek tersebut dilakukan dalam kurun waktu 8 hari naik dan 4 hari turun termasuk 2 hari aklimatisasi. Para operator atau guide tidak pernah mau melalukan lebih singkat dari sini, karena akan sangat membahayakan bagi pendaki jika tidak cukup aklimatisasi.
Nama Everest diambil dari nama seorang surveyor yang berasal dari Inggris George Everest yang menemukan dan membuat pengukuran puncak gunung ini ketika beliau melakukan penelitian di India pada kurun waktu 1806-1813.
Sebelumnya hanya dikenal dengan nama Qomolangma yaitu sapaan sang gunung bagi penduduk di sisi utara ( Tibet side ) yang berarti "ibu semesta" dan Sagarmatha yang berarti "dahi semesta " yaitu nama yang diberikan kepada gunung ini oleh penduduk di daerah Selatan ( Nepal side )
Kami berangkat dari Bandung menggunakan Malindo Air melalui Kuala Lumpur dan tiba di Kathmandu malam hari. Setiba di bandara Tribhuwana aura pendakian sudah terasa melihat banyaknya antrian pendatang dengan gaya casual dan menggendong ransel,
Kami harus mengurus visa on arrival dengan beberapa opsi tentang pembayaran mulai dari yang 7 hari, 15 hari, sebulan dan lain lain. Kami membayar visa USD 25 untuk 15 hari, memang pas pasan untuk menghabiskan waktu di Nepal. Semoga saja tidak ada penerbangan yang delay terutama kekhawatiran tentang penerbangan lokal pergi pulang dari Kathmandu-Lukla dan sebaliknya.