Lihat ke Halaman Asli

Teruntuk Sang Kritikus

Diperbarui: 27 Juli 2015   12:30

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Katakan sebuah pendapat sebarkan pendapat anda di media sosial atau di forum-forum tertentu, setelah itu tunggu reaksinya, atau jadilah pejabat entah itu pejabat negara atau pejabat non-negara, apapun jabatannya, buat sebuah program kerja jalankan dengan sungguh-sungguh.

Tapi jangan disamakan kritik itu seperti teori kritis yang diciptakan oleh Max Horkheimer jika teori kritis itu menjelaskan "membebaskan manusia dari keadaan yang memperbudak mereka". Kritikus yang ada dilingkungan saya adalah kritikus yang menjadikan kesalahan sebagai sebuah senjata untuk menghancurkan citra bagi objeknya.

Terus-terang saya merasakan muat dengan sebuah kritik yang hanya menghasilkan pembodohan bagi objek yang dikritiknya tanpa memberikan suatu solusi, bisa di bayang kan posisi kritikus bisa dibilang lebih bebas dari pada posisi objek yang dikritik nya, dengan kebebasan yang luas mereka siap melancarkan argumen-argumennya.

Tipe kritikus bukan pendengar yang baik kalau pun mereka mnedengarkan itu hanya sekedar lewat dan lewat tanpa menetap bahkan singgah sedikitpun. Penilaian objektif jauh dari tipe kritikus pencari kesalahan ini karena 90% kemungkinan lebih mementingkan pandangan objektif.

Kritik ini lebih padahal sakit hati dan dendam kerena sebuah kekalahan.

Apa gunanya jika kritik itu hanya didasarkan pada hal suka dan tidak suka, seiring tegaknya zaman demokrasi semakin mudah orang-orang berpendapat dan bahkan semakin hebat, tapi sayang kritik itu hanya sekedar membuka aib.

Bukan adu argumen secara ilmiah tetapi debat kusir yang malah terjadi, tidak memiliki kesimpulan dan malah cenderung membuat sakit hati.

"Barisan sakit hati"

Saya meresa kata "barisan sakit hati" ini lebih tepat untuk menggambarkan kritikus yang mengkritik berdasarkan pandangan subjektif, lebih cenderung mengandalkan emosi dari pada sebuah ide pemikiran.

Mereka berpikir jika kekalahan yang mereka terima itu bukan berdasarkan permainan yang fair bahkan cenderung di manipulasi hadapkan para barisan sakit hati pada sebuah pemegang amanat apakah bisa memegang amanat tersebut?

Berikan mereka sebuah posisi untuk membuat kebijakan apakah sesuai yang mereka jalankan? atau berikan mereka sebuah amanah untuk menjalankannya apa   mereka bisa?

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline