Lihat ke Halaman Asli

Sendi Wijaya

Mahasiswa Mpd Univeritas Pelita Harapan

Perjuangan Sekolah Montessori

Diperbarui: 24 Oktober 2021   20:54

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

1. Sejarah

Montessori merupakan metode pendidikan anak usia dini yang pertama kali dikenalkan oleh Maria Montessori. Maria Montessori dilahirkan pada tahun 1870 di Italia. Sebuah negara yang pada saat itu masih memperlakukan seorang Wanita secara konservatif. Namun begitu, hal tersebut tidak menghalangi Montessori untuk mengejar cita-citanya untuk menjadi dokter pertama di Italia. Setelah lulus sebagai dokter, Montessori kemudian menjadi pengajar di fakultas kedokteran di Universitas Roma. Ia kemudian mendirikan klinik gratis untuk masyarakat yang kurang mampu dan di sanalah ia bertemu dengan anak-anak dari kalangan masyarakat kurang mampu. 

Berangkat dari sini, Montessori kemudian mengembangkan metode Montessori. Metode ini dikembangkan melalui sebuah penelitian terhadap intelektual anak-anak. Awalnya, metode ini diterapkan untuk anak-anak keterbelakangan mental. Namun ditemukan di dalam penelitiannya, bahwa ternyata metode Montessorinya juga cocok untuk anak-anak normal. Pada tahun 1906, Metode Montessori sudah semakin dikenal oleh masyarakat dan pada tahun 1907, Montessori mendirikan sebuah tempat belajar di perkampungan miskin di daerah Roma yang Bernama "Casa Dei Bambini" yang artinya Rumah Anak, sebuah rumah belajar yang jauh dari kata layak pada awalnya, namun dapat dirubah sedemikian rupa oleh Montessori menjadi tempat belajar yang mengedepankan kemandirian anak-anak dan kerjasama.

2. Perkembangan Metode Montessori

Dikemunculannya, metode Montessori melawan metode-metode konvensional pendidikan. Berbeda dengan pendidikan konvensional, di dalam metode ini, anak-anak merupakan pusat pembelajaran dan bukan guru. Bagi Montessori, guru hanya bertugas sebagai pengamat yang mengamati pekerjaan dan juga perkembangan siswanya. 

Selain itu, Montessori juga sangat mengandalkan interaksi sosial di dalam kelas. Oleh sebab itu, di dalam sebuah kelas yang menggunakan metode Montessori, kita akan menemukan banyak benda-benda yang dapat digunakan oleh anak di dalam pembelajarannya yang berguna bagi anak untuk menemukan sendiri pemahamannya. Namun begitu, diperlukan juga bimbingan guru atau orang dewasa di dalamnya agar pemahaman tersebut dapat diarahkan ke arah yang benar. Metode Montessori menekankan aktivitas yang banyak meningkatkan rangsangan dan pengalaman dalam memenuhi kebutuhan intelektual siswa. Montessori membagi aktivitas-aktivitas tersebut menjadi beberapa bagian:

  • Aktivitas praktik, yaitu aktivitas untuk mengembangkan kemampuan personal dan sosial dasar yang dapat digunakan dalam kehidupan sehari-hari misalkan, mencuci piring, membersihkan pakaian, melipat baju dan sebagainya.
  • Aktivitas indrawi, aktivitas yang menekankan perkembangan indera manusia misalnya penciuman, pendengaran dan sebagainya.
  • Aktivitas Bahasa dan metematika, aktivitas untuk memampukan anak membaca dan berhitung.
  • Aktivitas budaya, aktivitas yang menekankan pada pengetahuan siswa mengenai budaya, alam dan sebagainya.

Metode Montessori mengguanak ruangan yang cukup besar untuk dapat menampung banyak siswa. Yang berbeda dari kelas Montessori dengan kelas konvensional pada umumnya adalah bahwa di dalam kelas Montessori, rentan umur siswa di kelompokkan per tiga tahun. Sehingga anak umur 5, 6 dan 7 akan berada pada satu kelas dan seterusnya. Hal ini memungkinkan agar anak yang lebih tua dapat membantu yang lebih muda dan anak yang lebih muda bisa memiliki inisiatif untuk bertanya kepada anak yang lebih dewasa dari mereka. Peran guru pun di dalam kelas Montessori cukup berbeda dengan sekolah konvensional. Di dalam kelas Montessori, guru hanya berperan sebagai pengamat, pemimpin dan dan pembimbing. Saat ini sudah banyak sekolah-sekolah di dunia yang menggunakan metode Montessori salah satunya Indonesia karena metode ini sangatlah efektif bagi perkebangan pendidikan anak usia dini (PAUD).

3. Kekurangan dan kelebihan Metode Montessori

Selain dari beberapa kelebihan yang sudah dijelaskan pada pembahasan di atas, berikut beberapa kelebihan metode Montessori lainnya:

  • Setiap anak memiliki kebebasan di dalam menentukan apa yang ingin dipelajari
  • Dapat menciptakan segitiga pendidikan yang baik antara guru, siswa dan lingkungan.
  • Siswa dapat memanfaatkan lingkungan yang tersedia untuk mengembangkan potensi di dalam dirinya
  • Pembelajaran berpusat pada siswa.

Kekurangan pada metode Montessori:

  • Karena banyaknya alat-alat peraga di dalam kelas, sangat sulit mengatur siswa yang bersifat agresif untuk dapat menggunakannya dengan bijaksana.
  • Di dalam kelas terdapat siswa yang berbeda umur, sehingga ada kemungkinan-kemungkinan siswa yang lebih tua lebih mendominasi aktivitas di dalam kelas.
  • Sulitnya sinkronisasi perkembangan siswa di rumah dan di sekolah sesuai permintaan orang tua.

4. Perjuangan sekolah Montessori selama masa pandemi

Sekolah-sekolah yang menerapkan metode Montessori sangatlah mengandalkan aktivitas-aktivitas yang melibatkan alat peraga, serta mengandalkan interaksi sosial. Selama pandemi, tentu saja hal-hal yang menjadi keunggulan metode Montessori akan sangat sulit dilakukan atau bahkan sangat berkurang salah satunya interaksi sosial. Selain itu, alat-alat peraga yang sangat diperlukan di dalam pendidikan metode Montessori juga sulit untuk disediakan, orangtua tidak memungkinkan menyediakan setiap alat peraga yang dibutuhkan anak-anak mereka selama belajar di rumah. Ini menjadi tantangan tersendiri bagi para pendidik di sekolah Montessori untuk tetap meneruskan perjuangan Maria Montessori di dalam menerapkan metode ini. Namun demikian, penulis ingin menekankan bahwa pada dasarnya, kesulitan-kesulitan yang dihadapi oleh sekolah-sekolah Montessori juga dirasakan oleh hampir semua sekolah di Indonesia. Kesulitan dalam menerapkan hands on activity dan sebagainya juga menjadi sebuah tantangan bagi semua sekolah di dunia khususnya di Indonesia. Dalam hal ini, kreativitas guru, serta kemampuan menyesuaikan diri dengan teknologi sangatlah diperlukan agar guru dapat tetap menciptakan kegiatan yang menarik bagi siswa.




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline