Lihat ke Halaman Asli

Sendi Suwantoro

Ketua SEMA FTIK IAIN Ponorogo 2023/2024

Mimpi Terbang Ibu dan Aroma Kari Ayam

Diperbarui: 8 Januari 2024   08:41

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

pixabay.com

Udara dingin menusuk kulitku, tak terhalang jaket tipis yang kukenakan. Aku merapatkan diri sambil mendongak menatap bintang-bintang, teman setia malamku di gubuk bambu ini. Di sebelahnya, Ibu tertidur pulas, helaan napasnya lembut berbisik di tengah suara jangkrik bersahutan.

Ibu, perempuan sekuat baja dengan tangan penuh kapalan dan senyum sehangat kari ayam buatannya. Dia yang sejak Bapak pergi digulung ombak, menjadi tiang penyangga hidupku, Amira. Dia tukang jahit, tangannya menari-nari menyulap kain perca menjadi baju tercantik di pasar malam.

Malam ini, aku kembali terbangun oleh mimpi itu. Mimpi tentang rumah panggung di atas awan, tempat Ibu dan aku bisa lepas dari dinginnya gubuk ini. Mimpi yang selalu hadir seiring wangi kari ayam Ibu, seolah masakan lezat itu mengandung ramuan semangat yang membuatku mengepakkan sayap imajinasi.

"Ma, kita kapan punya rumah di atas awan?" suara serakku memecah keheningan malam.

Mata Ibu terbuka, sinar bintang seolah terpantul di dalamnya. "Kita sudah punya sayap, Mira," katanya, tangannya mengelus rambutku. "Sayap cinta yang akan mengangkat kita tinggi, lebih tinggi dari rumah awan manapun."

Aku mengernyit bingung. Sayap cinta? "Tapi, Ma, sayap kita nggak terlihat," kataku, sedikit kecewa.

Ibu tersenyum. "Cinta juga nggak perlu terlihat, Mira. Dia ada di setiap pelukan, setiap suapan kari ayam, setiap helaan napas kita. Dan cinta itu, sayap cinta itu, dia kuat, cukup kuat membawa kita terbang melampaui awan manapun."

Kata-kata Ibu menyelinap ke relung hatiku, menghangatkannya bagai bara api. Aku memeluk Ibu erat, merasakan detak jantungnya berpadu dengan jantungku. Di saat itu, gubuk bambu kami seolah berguncang, bukan karena angin, tapi karena hembusan sayap cinta yang tak terlihat.

Keesokan harinya, aku berangkat sekolah dengan langkah berbeda. Mimpi rumah awan masih ada, tapi kini berdampingan dengan mimpi baru. Mimpi di mana aku belajar tak kenal lelah, membanting tulang seperti Ibu, demi membangun sayap cinta kami menjadi lebih kuat.

Malam demi malam, mimpi rumah awan terus berlayar, ditemani aroma kari ayam dan kata-kata Ibu. Hari demi hari, aku belajar, bertumbuh, mengepakkan sayap tak terlihatku.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline