Lihat ke Halaman Asli

Selvia Indrayani

Guru, penulis, wirausaha, beauty consultant.

Surat untuk Ibu, Ada di Kalbu

Diperbarui: 10 Mei 2021   00:51

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Surat untuk Ibu (Dokpri)

Tanpa terasa, Idul Fitri tinggal menghitung hari. Sayangnya libur Idul Fitri tahun ini masih sama dengan tahun lalu. Tetap di rumah saja. Ini pastinya demi keamanan dan kenyamanan bersama. Padahal keponakan di kampung halaman sudah bertanya kapan pulang. Aku hanya bisa menjawab, "Nanti jika Corona sudah hilang." Padahal hilangnya kapan, aku juga tidak tahu pasti. 

Betapa bahagia jika bisa bertemu sanak saudara di saat libur Idul Fitri. Walau keluarga besar berbeda agama, tetapi bisa saling berkumpul. Libur Idul Fitri sangat berarti karena hampir seluruh keluarga juga libur di hari itu. Momen yang dinanti dan memberikan kelegaan hati.

Terbayang wajah ibu di pelupuk mataku. Aku hanya bisa kirimkan surat dalam kalbu:

Ibu, lebaran kali ini memang masih sama dengan tahun lalu. Aku tak dapat datang menemuimu. Bukan aku tak mengingatmu lagi, Ibu. Aku tetap menyayangi dan menghargaimu. Engkaulah wanita terhebat yang pernah hadir dalam hidupku. Engkau sumber inspirasi dan semangatku.

Teringat saat aku dalam masa gundah, engkau selalu ada untukku. Berbuat salah dan merasa lebih hebat, hingga pernah membuatku berseteru denganmu. Mungkin saat itulah masa pencarian jati diriku. Dengan tegar dan sabar, Engkau tetap mengampuni kesalahanku. Kau tetap terima aku sebagai anakmu. Kau tuntun aku hingga berani menapaki setiap kenyataan pahit kehidupan. Segala wejangan darimu adalah obat dan penguat jiwaku.

Libur Idul Fitri tahun ini akan kuisi dengan kegiatan bersama keluarga kecilku. Aku tetap akan menyanyangi adik dan keponakanku seperti engkau menyayangiku. Walau aku tak dapat bertemu, setidaknya masih bisa berjumpa melalui gawai dengan mereka.

Kutitipkan setangkup rindu dalam kalbu melalui mawar merah. Berharap agar tempat engkau bersemayam tetap terawat. Aku hanya bisa minta tolong kepada adik untuk mengirimkan mawar merah di tempat persemayamanmu Ibu. Terimalah tanda baktiku sebagai anakmu.

Seandainya saja Engkau masih berkenan mendampingiku, pasti bukan mawar merah yang kupersembahkan padamu. Aku tahu engkau telah memberikan yang terbaik untuk anak-anakmu. Kau jadikan aku menjadi pribadi yang tegar seperti dirimu. Kini engkau dapat tersenyum bahagia melihat hasil jerih lelahmu. Tunggulah saatnya tiba, hingga kami bisa menabur mawar merah bersama di atas pusaramu.

Surat untuk ibu hanya bisa kutulis di kalbu. Dalam kerinduan yang paling dalam sambil membayangkan semua kenangan ketika masih bersama.

Kepergian ibu bukanlah halangan untuk tidak pulang ke kampung halaman. Masih ada keluarga lain di sana yang menanti. Pulang kampung bukan sekadar untuk pamer diri, melainkan membangun silaturahmi.

Untuk sementara, mudiknya diganti dengan silaturahmi video call saja. Demi keselamatan dan kenyamanan bersama, kita lakukan sesuai anjuran pemerintah. Harapan dan doa terbesar untuk bangsa ini adalah pemulihan negeri.  

Video Call sebagai pengobat rindu-dokpr




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline