Lihat ke Halaman Asli

Akhmad Saefudin

An Amateur Writer

Cerpen | Dua Lelaki yang Menjemput Bopo

Diperbarui: 29 Januari 2023   00:33

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

https://cdns.klimg.com/ 

DUA orang berpakaian serba putih keluar dari kamar guruku. Mereka meninggalkan senyum manis yang mengembang. Wajahnya memang asing bagiku. Bukan saja lantaran aku merasa belum pernah melihatnya, raut muka keduanyanya pun sedemikian bersih, memancarkan aura yang menentramkan. Meski sekilas, aku masih mampu merasakan aroma kesejukannya.

Tanpa sadar, dua lelaki misterius itu telah menyita pikiranku. Keduanya berpostur tinggi, seperti sejajar. Tak gemuk, tidak juga kurus. Rambutnya hitam legam, agak ikal dengan panjang nyaris sebahu. Keduanya mengenakan kemeja putih tak berkancing tengah, lebih mirip baju koko. Celana mereka pun putih bersih, seperti tak tersentuh debu. Tak hanya itu, bersepatu putih. "Agh, siapa pula mereka. Ada hubungan apa dengan sang guru," batinku.

Segegas-gera aku keluar rumah, mencari kedua orang itu. Tetapi secepat langkahku memburunya, secepat itu pula jejak mereka hilang ditelan jarak pandang. Cepat benar langkah mereka. Belum juga lama beranjak dari kamar guru, keduanya kini hilang ditelan bumi. Padahal, lingkungan rumah guru terbilang sepi, jauh dari lalu lalang. "Agh, bikin penasaran saja mereka,"

Aku kembali melangkahkan kaki ke rumah. Berjalan gontai ke arah pintu, seperti menyesali sesuatu yang hilang. Baru saja kaki kananku menapak sejajar dengan garis pintu, sayup-rendah kudengar suara guru. "Salmaaan, Salmaan, kemarilah,"

Segera kupercepat langkahku menuju kamar sebelah kiri ruang tengah, tempat di mana guru tengah berbaring lemah. Kulihat, kondisi tubuhnya kian payah. Meski lemas, tangan kanannya berusaha melambai, memintaku menghampirinya. Aku pun duduk menghadap dipan tak berkasur, mendekatkan telinga ke wajah beliau. "Anakku, kau sudah menyalami kedua tamuku?," tanya guru.

"Mohon maaf Bopo, tadi saya lupa menyalami mereka. Aku melamun hingga tak sadar mereka telah hilang dari pandangan. Maaf bopo, jika berkenan, mohon jelaskan kepadaku, ihwal mereka. Selama 10 tahun mendampingi Bopo, sepertinya saya baru melihat wajah mereka,"

"Heheh, sudah kuduga, Nak. Bahkan kalaupun kau berlari mengejar mereka, tetap saja kau tak akan menemukan jejaknya," jelas guru dengan suara yang kian lirih.

Aku terdiam. Penjelasan guru kian menambah penasaranku. Siapa sebetulnya mereka, hingga guru pun seperti menaruh takzim kepadanya. "Mereka pun makhluk Tuhan semisal kita. Hanya saja kepatuhan mereka tak bersyarat. Bagi mereka, ketaatan adalah totalitas tanpa ampun. Kami mendengar, kami taat, itulah prinsip mereka. Sekarang, kau tahu siapa mereka?," lagi-lagi guru mengujiku dengan pertanyaannya.

Pertanyaan guru membuat kepalaku kian menunduk, hingga mataku tak mampu melihat ekspresi wajah teduhnya. Pikiranku seolah buntu, hingga tak sedikit pun ada gambaran kesimpulan atas pertanyaan guru. Pikiranku masih berkecamuk di sela helaan nafas guru yang kian terdengar ringkih dus tak beraturan. "Maaf Bopo, saya belum juga mendapatkan gambaran. Yang ditanya tidak lebih tahu dari yang ditanya. Mohon Bopo sudi memberi penjelasan untuk murid Bopo yang dhaif ini," jawabku sambil terus menundukkan kepala.

"Sudahlah anakku. Tak perlu kau pikirkan dengan serius. Mereka berdua adalah tamuku. Mereka datang bukan untuk menjenguk sakitku yang telah merepotkanmu ini. Mereka hanya membawa kabar, bahwa aku sudah waktunya pergi. Maka pesanku, perbaharuilah dirimu selalu. Karena kau masih berkesempatan. Terlalu banyak orang yang menyesal lantaran abai atas kesempatan. Mungkin aku termasuk dalam kelompok penyesal itu,"lanjutnya menjelaskan.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline