Lihat ke Halaman Asli

Akhmad Saefudin

An Amateur Writer

Andai Saja Ada Kesempatan Kedua

Diperbarui: 24 Maret 2018   22:28

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

credit photo: M. Hadian Anam

TAHUN 1998. Aku duduk di kelas 3 SMP dan bersiap menyongsorng Eevaluasi Belajar Tahap Akhir Nasional (EBTANAS). Ada yang masih ingat dengan istilah itu? Jika tak keliru, itu menjadi tahun pertama diberlakukkannya model Lembar Jawaban Komputer (LJK) untuk EBTANAS. Tak heran, para guru sangat  esktra sibuk mempersiapkan perubahan dari manual ke komputer  itu sejak jauh-jauh hari, minggu, dan bahkan bulan.

Tak hanya pendalaman materi untuk mata pelajaran yang diujikan melalui jam tambahan belajar sejak awal tahun pelajaran. Para guru juga disibukkan dengan pemberian bimbingan teknis tentang bagaimana mengisi jabawan di LJK. Sesie ini bahkan terkesan lebih menyita waktu jam tambahan belajar ketimbang materi pelajaran itu sendiri. Maklum, para guru mungkin sedikit panik, anak-anak didiknya gagal memperlakukan LJK dengan baik yang berakibat dianulirnya jawaban.

"Hati-hati melingkarinya, jangan sampai melebihi lubang jawaban, apalagi menempel ke jawaban yang lain," begitu pesan guru saat mengaarahkan bagaimana menjawab soal pilihan ganda di LJK.

Salah seorang guru memberi kiat agar waktu menyelesaikan soal EBTANAS bisa efektif. Katanya, jangan isi dulu soal pilihan ganda, cukup tandai jawabannya di lembar soal. Setelah itu, kerjakan dulu soal esainya. Kalau sudah selesai, baru jawaban pilihan ganda diselesaikan.

Tibalah saat EBTANAS itu. Semua trikk dan kiat itu kuingat-ingat betul di kepala. Suasananya tegang. Ingat, jawaban benar bisa dianggap salah hanya karena cara melingkari jawaban di LJK yang tak benar.

Dari enam pelajaran yang diujikan, hanya matematika yang kuingat detailnya. Aku memulai membaca soal pilihan ganda satu persatu, sambil menandai jawabannya di lembar soal. Rampung, segera kujawab soal esai, tentu langsung di LJK. Entah kenapa, aku merasa bisa menjawab seluruh soal matematika, baik pilihan ganda maupun esainya.

Baru empat lima soal pilihan ganda yang kupindahkan jawabannya ke LJK ketika pengawas ujian mengingatkan kami. "Waktu tinggal lima menit !"

Duarrr...Paniklah aku. Bagaimana mungkin aku bisa menyelesaikan seluruh jawaban, sementara aku dituntut ekstra hatii-hati saat menghitami lingkar jabawan dengan pensil 2B. Keinginan menyelesaikan dengan cepat dan keharusan melingkari jawaban dengan hati-hati seperti tarik-menarik di kepalaku. Dan...teeeettt....

"Ya, waktunya habis, silahkan kumpulkan ke depan !" kata pengawas.

Uft, aku hanya bisa berjalan lemas ke meja pengawas. Belum separuh soal pilihan ganda yang kuselesaikan. Entahlah, berapa nilai EBTANAS matematikaku nanti.

Selang sebulan, kurang lebih, hasil EBTANAS diumumkan di papan mading sekolah. Benar saja, nilai matematikaku hanya 5,5. Herannya, itu jadi nilai tertinggi untuk mata pelajaran yang sama di sekolah kami. Tapi entah kenapa, aku kurang begitu gembira. Ingatanku kembali melayang ke satu bulan lalu.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline