Lihat ke Halaman Asli

Saris D Pamungki

Menulis Dan Merekam Lewat Visual

Corona Diperangi, Hawa Nafsu Masih Diperangai

Diperbarui: 5 Mei 2020   05:11

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

(dokpri)

Ramadan tiba, namun masih terselimuti duka. Duka itu adalah massifnya virus Corona merebak. Hampir seluruh dunia ikut muncul rasa iba terhadap ummat muslim dalam menjalankan puasa. 

Tradisi Ramadan pun (dipaksa) berubah. Sehari sebelum puasa, biasanya ada ritual megengan atau selamatan sebagai wujud syukur, karena masih bertemu Ramadan dan diberi umur. Kali ini ditiadakan. 

Termasuk kegiatan yang menjadi ciri khas Ramadan. Yakni tarawih, taddarus, pondok Ramadan, Buka Bersama, Sahur Bersama atau kegiatan lainnya yang mendukung khusyuknya beribadah di Bulan Suci ini. 

1. Perangi Corona,

Maret, 2020. Pemerintah resmi mengumumkan, bahwa Indonesia sudah terjangkit Covid19. Sejak saat itu, boleh ditanya satu persatu pada seluruh negeri. Kabar itu membuat semua orang merasa sangat khawatir dan ketakutan. Makin ke sini, yang positif kena makin bertambah.

Demi mematikan langkah penyebaran Corona tidak lebih luas lagi. Pemerintah pun meng-kampanyekan Physical Distancing hingga ke tingkat lebih kecil, yakni keluarga. Aturan menjaga jarak ini lah yang kemudian membuat sulit diterima sebagian masyarakat. Karena budaya bersilaturahmi, beribadah secara berjamaah dan lainnya di bulan Ramadan telah terhenti semenjak digulirnya aturan ini. Mau tidak mau, harus ditaati.

Banyak keresahan timbul di masyarakat. Dari informasi yang simpang siur, boleh dan tidak boleh bertarawih, misalnya. Di saat yang bersamaan, pembatasan ruang gerak dan sosial inipun berimbas pada pelaksanaan ibadah dan sendi perekonomian mereka sehari-hari yang bertengger di sektor non-formal. 

"Kami hanya mengandalkan jualan kue di jalan, kalau dibatasi jam malam, kami dapat duit untuk makan darimana mas ?", Curhat si Oxzy, anak penjual Kue Puthu yang setiap malam buka di Jalan A Yani Caruban.

Tak ayal, banyak yang gulung tikar dan mengharap bantuan tetangga kanan kiri. Ini Sangat sulit, Pandemi Corona bagi Masyarakat yang kondisinya terdampak.


2. Perangi Hawa Nafsu,

Puasa hakekatnya adalah harus bisa memerangi hawa nafsu. Itu lebih sulit lagi sebenarnya, daripada sekedar perang lawan corona. Namun, penampakan yang terjadi sekarang, memang kesan sulitnya sangat paripurna. Satu sisi bertahan untuk bisa survive melanjutkan hidup (fisik), sisi lain sifat buruk yang tebal menyelimuti (jiwa) juga harus dibersihkan. 

Bulan ini adalah kesempatan kita menghilangkan noda yang bernama Hawa Nafsu

Banyak sifat diri yang berperan membentuk hawa nafsu lebih solid, diantaranya : Bicara tidak bermanfaat, panjang angan-angan, sombong, bangga, tamak, jahat, suka marah, sedih, putus asa, tak bersemangat, malas, banyak tidur dan keburukan lainnya. 

Meski sifat itu hanya dalam lintasan akal saja, tak terasa kita sudah ikut berkontribusi membentuk hawa nafsu, Astaghfirullah

Sangat sulit, namun tetap yakin, apapun kesulitan itu bisa jadi cara Allah menambah pundi-pundi Akherat bagi kita.

Dua poin diatas, adalah kesulitan paling berpengaruh dan saya hadapi. Nasehat diri, jangan patah semangat untuk mencapai keimanan yang berkualitas di Bulan Ramadan walaupun terhiasi oleh wabah Corona.

Jika Perangai merupakan watak atau tabiat seseorang, maka isilah dengan hal kebaikan bukan hawa nafsu yang berkepanjangan.

Marhaban Yaa Ramadan




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline