Lihat ke Halaman Asli

Sapta Junaeri

sjunaaathd

Konflik Sosial Para Pembela Tuhan dalam Menyikapi Paham Radikalisme Agama

Diperbarui: 1 Juli 2022   20:50

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Birokrasi. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/GARRY LOTULUNG

A. PENDAHULUAN

Istilah `` radikalisme" secara etimologis berasal dari kata "radix" yang berarti akar. Radikalisme dengan demikian adalah paham atau gerakan yang menginginkan pembaharuan dengan mengembalikan diri mereka ke ``akar" secara ekstrim. Pandangan ini kerap disandingkan dengan gerakan fundamentalisme.

Gerakan radikal biasanya dicapai dengan segala cara, mulai dari cara yang halus sampai cara yang keras sekalipun (Asrori:2015:225). Banyak sekali gerakan radikal serta motivasi yang membingkainya, mulai dari pembelaan keagamaan secara massif sampai pembelaan keagamaan secara aktif (jihad). 

Karena yang akan dibahas kali ini adalah konflik sosial para pembela tuhan dengan pemahaman radikalisme tentunya akan kita bahas dari segi sudut pandang teologis dan filosofis. Hal ini menjadi penting bagi tumbuhnya sikap yang arif dalam memandang agama-agama secara objektif dan menghayatinya secara benar dalam konteks Indonesia yang multikultur dan Ber-Pancasila .

Realitas radikalisme agama di Indonesia semakin hari kian menggelisahkan, khususnya pasca reformasi. Radikalisme agama ditampilkan dalam tindakan dishumanis (tak manusiawi) yang memilukan, seperti bom Bali, tragedi Poso, Ambon, Sambus, Tolikar,dst (Umar, 2010: 146). Segala apa yang jahat, seperti tindakan membunuh, bom bunuh diri di sarinah thamrin, bom bunuh diri di beberapa gereja di Kota Surabaya semua itu anehnya dibingkai atas nama agama. Hal memilukan lagi adalah bahwa ternyata para tokoh , pelaksana, eksponen, pelaku kekerasan itu ialah orang-orang yang mengaku beragama. 

Pertanyaan yang muncul adalah: Apakah agama mengajarkan orang untuk menjadi radikal atau tega menyakiti orang lain? Apakah artinya agama jika tidak melestarikan kehidupan manusia? Masih tersimpan dengan jelas bagaimana situasi yang sangat mencekamkan dalam peristiwa bom yang yang dibingkai dengan semangat beragama. 

Di berbagai media dituturkan berbagai wawancara dan tayangan berisi alasan mengapa teror bom dilakukan. Motivasi yang amat kentara adalah alasan agamis (Rokhmad, 2012:57). Lagi-lagi agama dibawa-bawa sebagai tameng kejahatan, pengesahan suatu tindakan brutal, seakan-akan mati dengan cara demikian akan secara otomatis masuk dalam syurga bagi para pelakunya.

B. METODE PENELITIAN

  • Radikalisme Agama: Sebagai Gerakan Membela Tuhan?

Gerakan radikal dalam membela tuhan dan agama menjadi aktivitas yang terus berulang dalam sejarah manusia. Sejak manusia mengenal agama, kebenaran agama dan iman kepada tuhan menjadi bahan bakar bagi aneka gerakan ini. 

Ada dua cara dalam memandang hal ini, yakni secara positif dan negatif. Secara positif, manusia dengan gairah inni hendak mengukuhkan adanya sebuah otoritas ilahi yang diyakini , lalu secara negatif, aneka semangat semacam ini kadang kala berbenturan dengan keras dengan aliran lain, yang kerap kali memunculkan rasa fanatisme, apologise, bahkan terorisme yang paling keras sekalipun (Asrori 2015: 255-256).

Menurut Endang Turmudi (2005) bahwa secara sosiologis, setidaknya ada tiga gejala yang dapat ditengarai dari paham radikalisme, yaitu: pertama, merupakan respons penolakan terhadap ide dan kondisi sosio-politik-ekonomi yang dianggap bertentangan dengan keyakinannya. 

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline