Lihat ke Halaman Asli

Belajar dari Gus Dur

Diperbarui: 2 Januari 2021   23:17

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

www.kompas.com

Gegap gempita malam pergantian tahun baru dan euforia masyarakat dari perayaan tahun baru ini baru saja berlalu. Walaupun tidak semeriah dulu karena sikon dari wabah pandemi yang memang dari pemerintah menganjurkan untuk tidak merayakan, namun acara perayaan tahun baru ini tetap sahdu serta berlangsung dengan penuh makna dan hikmah bagi yang merayakannya.

Salah satu fenomena yang masih kental bagi masyarakat Indonesia sejak dulu hingga sekarang masih terjadinya polemik dikhalayak umum tentang boleh dan tidaknya ucapan selamat natal dan tahun baru. Khususnya bagi warga NU.

Wawasan orang berbeda-beda baik dari aspek pendidikan maupun pengalaman. Adapun Perspektif dari boleh dan tidaknya ucapan tersebut, menurut saya wong males sing kurang pegawean.

Agama itu jangan dilihat dari sudut pandang yang sempit, agama itu jangan dinilai sebatas halal harom saja tapi lebih spesifik dari itu mengimplementasikan untuk bagaimana agama agar menjadi rahmat bagi seluruh Alam.

Hal ini penting untuk saya sampaikan agar dikemudian hari tidak menjadi polemik yang berkepanjanan. Agama rahmatan lil alamin ini jangan sampai dilupakan. Makanya jika saya ikuti perkembangan anak-anak milenial sekarang ini khususnya di komuintas WAG terkadang saya ngelus dada tok.

Tahun baru 2021 ayolah masing-masing persiapkan diri untuk kedepan agar bagaimana hari ini harus lebih baik dari hari kemarin. Berdoa memohon pada Tuhan YME sesuai dengan keyakinan iman dari agamanya masing-masing. Jangan melulu Agama yang terus dibully.

Para Alim Para Ulama dan Para Kyai Saya tidak pernah mengajarkan untuk menyalahkan orang lain dengan menganggap diri sudah benar dalam urusan Agama. Sehingga dengan ini saya pun tidak pernah gegabah jika sudah berurusan dengan problematika Agama. 

Lihat saja mereka para kyai kami, KH Aqil sirajd cirebon, Abuya Muhtadi Banten, Habib Luthfi Pekalongan, Sayyid seif Karawang, Gus Muwafiq, Habib Syeikh, KH Robikin Emhas, Gus Mus, KH Ahmad Helmy faisal Zaeni, KH Ma'ruf Amin, Gus Nadir, Gus Miftah, dan masih banyak lagi yang tidak mungkin saya tulis disini.

Bahkan Gus Dur, seorang Waliyullah yang tidak pernah mempersoalkan ini. Beliau lebih menghormati agama orang lain yang beda keyakinan tanpa memandang dari segi suku, agama, ras dan golongan.

Oleh karena itu Beliau tidak menjadikan persoalan Agama sebagai senjata untuk menghantam Agama lain. Makanya miris dan ironis jika sesama muslim saling gebuk saling menjatuhkan cuma karena beda keyakinan dan ajarannya.

Punya dalil dan hadist cuma satu saja sudah berani-beraninya menyalah-nyalahkan orang lain. Punya hadist cuma "kullu bid'atin dholalah wakullu dholalata Finnar" saja sudah sombong.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline