Lihat ke Halaman Asli

Salma AlyaNur

Mahasiswa

Apakah RSPO Cukup dalam Menjamin Keberlanjutan Produksi Kelapa Sawit?

Diperbarui: 18 Mei 2023   07:55

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Industri kelapa sawit bagaikan pisau bermata dua, sangat menguntungkan secara ekonomi namun bisa sangat berdampak buruk untuk keberlanjutan alam dan sosial. Akankah RSPO mengatasi hal ini?

Kelapa sawit merupakan komoditas yang sangat penting bagi ekonomi Indonesia masa kini yang merupakan produsen terbesar kelapa sawit di dunia. Namun, di sisi lain, industri minyak kelapa sawit juga sering sekali dikritik karena dampaknya terhadap lingkungan dan masyarakat setempat. Untuk mengatasi masalah ini, terdapat banyak sertifikasi yang dianjurkan untuk menjamin aspek keberlanjutan suatu perusahaan dalam memproduksi industrinya salah satunya yaitu sertifikasi RSPO. Roundtable on Sustainable Palm Oil (RSPO) telah didirikan sebagai badan sertifikasi internasional untuk mengawasi keberlanjutan produksi kelapa sawit. 

Namun, meskipun RSPO telah ada selama lebih dari satu dekade, masih ada kritik yang terus-menerus mengenai efektivitas sertifikasi ini dalam menjamin keberlanjutan produksi kelapa sawit di Indonesia. Berikut adalah beberapa kritik utama terhadap RSPO di Indonesia: 

1. Belum tentu melindungi hak masyarakat adat. 

RSPO masih belum bisa mencegah perusahaan yang telah terdaftar untuk mengambil tanah adat walaupun seharusnya prinsip keberlanjutan dalam sertifikasi tersebut mencakup pengakuan dan perlindungan hak masyarakat adat.  Sebuah penelitian akademisi UGM tahun 2020 lalu dengan tiga alasan: secara institutional RSPO masih bergantung prinsip kesukarelaan, secara agensi masyarakat adat masih dijadikan minoritas sedangkan RSPO berhadapan dengan banyak perusahaan multinasional, serta secara politik ekonomi yang mendapat banyak pertimbangan pada kuasa dan kepentingan aktor seperti dari negara hingga auditor 

2. Perluasan hutan dan pembukaan lahan 

Kemitraan yang dibangun malah menjadi sarana legitimasi para pengusaha untuk melakukan perluasan dan ekspansi kebun kelapa sawit. Dikutip dari infosawit.com, Kepala Advokasi Serikat Petani Kelapa Sawit menyatakan bahwa sayangnya masih banyak kasus RSPO membiarkan produksi sawit yang tidak sustainable lolos dalam proses sertifikasi. Suatu NGO bernama Milieudefensie pernah mengkritik sertifikasi RSPO milik perusahaan Scofin, walaupun sudah diverifikasi oleh tim RSPO dan bukti-bukti pelanggaran ditemukan, RSPO masih tetap mengeluarkan sertifikatnya perusahaan Scofin.

3. Kemitraan dengan masyarakat lokal kurang baik 

Dalam segi kemitraan, masih banyak perusahaan bersertifikasi RSPO yang membagi sedikit atau tidak membagi keuntungan dengan masyarakat lokal. Padahal, perusahaan pembeli minyak sawit seperti Nestl, Kellog's, Unilever, atau perusahaan-perusahaan yang berkomitmen untuk membuat produksi yang lebih berkelanjutan umumnya membeli pada perusahaan yang bersertifikasi RSPO.

Secara keseluruhan, kritik terhadap sertifikasi RSPO memang tidak dapat diabaikan begitu saja. Walaupun RSPO sudah melakukan berbagai tindakan untuk meningkatkan transparansi dan akuntabilitas prosesnya, masih banyak tantangan yang harus diperbaiki. Sudah banyak kritikus dari berbagai NGO yang mempertanyakan keefektifan RSPO dalam melindungi lingkungan dan hak-hak masyarakat adat, serta keterbatasan dalam mengatasi masalah korupsi dan konflik kepentingan. Namun, perlu diingat kembali bahwa sertifikasi RSPO sampai saat ini masih menjadi salah satu upaya baik yang ada untuk mengusahakan dan mempromosikan produksi minyak sawit yang bertanggung jawab secara sosial dan lingkungan. Penting untuk semua pihak yang terlibat dalam industri kebun kelapa sawit untuk terus menerus berusaha meningkatkan praktik dan standar produksi mereka, sehingga minyak sawit dapat diproduksi secara berkelanjutan dan bertanggung jawab untuk masa depan yang lebih baik bagi planet kita dan masyarakat global.




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline