Lihat ke Halaman Asli

Terjebak Minyak dan Nangka Hari Raya

Diperbarui: 1 Mei 2022   07:57

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

cerpen-anak oleh: Saiful Asyhad

Seperti hari raya sebelumnya, Soni sekeluarga beranjang sana ke kerabat ayah-ibunya yang lebih tua di desa. Seperti lazimnya pula, mereka disuguhi aneka jajanan dan minuman khas desa yang menggugah selera. Kalau sudah begini, Soni langsung asyik mencicipi semuanya satu per satu. Sementara itu, ayah-ibunya juga tak kalah asyik mengobrol dengan teman-teman sebayanya semasa kecil dulu di tanah kelahirannya.

Ada satu hidangan yang sangat unik di salah satu meja makan. Hidangannya berupa buah nangka yang dibelah jadi empat bagian dan disajikan masih lengkap dengan kulitnya. Di sisi kiri, ada pisau dan serbet. Di sisi kanannya, tersedia selepek minyak goreng. Soni ingin sekali menyantap sajian buah nangka itu walau agak bingung dengan minyak goreng itu.

"Apa hubungan makan nangka dengan minyak?" pikir Soni. Sebenarnya, dia mau menanyakan keanehan itu, tapi malu. Apalagi, obrolan para orang tua semakin seru dan berkali-kali terdengar selingan suara tawa. Dia nggak enak rasanya memotong perbincangan orang-orang yang dia hormati itu.

Jadilah Soni makan sajian buah nangka yang "aneh" itu. Dia iris sebuah. Lalu, dia belah dagingnya. Dia keluarkan isinya. Terus dia celupkan ke minyak goreng. Terakhir, dia masukkan ke mulut. Rasanya manis, sedikit asin, dan agak licin saat dikunyah. Meski rasanya asing sekali untuk lidahnya, dia terus menyantapnya. Tak terasa Soni sudah makan lima buah dengan cara seperti itu. Walau memang aneh sekali rasanya, namun dia anggap begitulah adat penduduk desa dalam memakan nangka. "Pasti ini yang bisa membuat badannya sehat seperti tubuh orang-orang di desa sini," gumamnya penuh percaya diri.

Namun, beberapa saat kemudian, Soni merasa ada yang menyiksa di kerongkongannya. Rasanya panas dan kering sehingga Soni minum, minum, dan minum lagi untuk mengusir rasa panas yang kian menyiksa itu. Melihat Soni terus-menerus meneguk air sampai tiga gelas, ibunya menegur, "Ih, malu ah, Son! Masak minummu kayak orang yang baru bepergian dari padang pasir. Mengapa, Son?"

"Nggak tahu, bu. Di dalam sini, rasanya panas dan kering," kata Soni sambil menunjuk ke leher depan bagian tengah.

"Memangnya, kenapa?" tanya ibunya makin keheranan.

"Tadi, Soni habis makan lima buah nangka dengan minyak goreng di lepek itu," jelasnya apa adanya.

"Hah! Kamu makan nangka dengan dicelupkan ke minyak goreng?!" Ibunya terperanjat. Para tamu yang lain juga terkejut. Mereka seketika berhenti berbicara. Pandangan mereka semua tertuju kepada Soni dengan penuh rasa heran bercampur iba.

"Oalah, Cah Gantheng, kasihan kamu!" kata Bude Aminah, kakak kandung ibu Soni, sambil mendekap keponakannya itu penuh kasih sayang, "Maafkan bude ya, Le. Bude tidak memberitahu kamu bagaimana tata cara makan nangka di desa sini," lanjutnya.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline