Lihat ke Halaman Asli

Hr. Hairil

Menulis itu kebutuhan, bukan hiburan.

Linimasa "Analogi Hidup"

Diperbarui: 21 November 2017   11:05

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Foto Ilustrasi : Nasional | Republik online - Republika

2017 dini hari. Kita menyoalkan masalah hidup. Hidup ini bergulir mengganti posisi kemarin, sebelumnya dan sesudahnya. Semua dari kita pasti mengalami suatu masalah atau naik satu tingkat pada kemajuan terprogres. 

Diri kita, sistematisnya seperti linimasa pemberitaan tanah air, kadang meliuk-liuk, sayu, emosi, marah, duka, tekanan, hujatan dan banyak lagi hal dalam aktvitas keseharian kita hampir sama.

Semalam, pukul 02.00 waktu jakarta, aku memantau linimasa pemberitaan. Mengalir deras, aku rasa untuk menjejaki indonesia secara menyeluruh hanya membutuhkan paket 1Gb agak dapat berselancar di media sosial menuju penjuru indonesia. Itu analogi kasar menurut aku. 

Sampai pada pagi ini, linimasa masih sama. Sibuk, dan super sibuk gonta ganti tema, rating dan ihwal indonesia terpampang jelas. 

Ritme hidup kita, masa kini. Iya masa kini, bukan abad 15 atau 16 tetapi abad 21 yang kita kenal abad millenial ini. Kita sangat awas menjalankan hidup. 

Sebagian dari kita ketakutan, semacam depresi tapi tidak akut. Sebagiannya lagi survive saja menjalani hidup. Kerbedaan keadaan hidup seperti itu dapat kita simak dari linimasa, baik itu berita, medsos pribadi dll. Pada beberapa linimasa berita padanan dari time line dini hari dan menganalogikan hidup ini hampir sama dengan jalannya linimasa tersebut, berikut linimasa-nya :

Pertama, aku melihat Genre Fotografi Yang Bikin Keren Instagram Lo. Padahal ini kan soal privat prestasi beberapa orang yang pasrah hidupnya gambar bukan data, bahasa atau suara. Tetapi buat mereka, hidup intinya survive.

Kedua, ada linimasa perkara hukum tajam kebawa dan tumpul keatas. Kasus AAL dan Misteri Dua Merek Sandal Jepit Butut menetskan air mata pertiwi. Siapa pertiwi? 

Pada kasus ini, pihak wong cilik menanggung hukum dan pasrah pada putusan pengadilan. Toh, sandal jepit dan dua merek merugikan negara berapa triliun sehingga tajamnya hukum menikam dada wong cilik? Yang besar tepuk tangan dan melambungkan asap tembakau kapital keudara. 

Ketiga, Kapolri Tak Tersinggung Dikirimi Sandal Jepit dan Lima Institusi Dapat Kiriman Sandal Jepit. Masih berpaut dengan kasus kedua diatas, efek wong cilik ditikam dengan tajamnya hukum. Kembali Mabes Polri Terima 1.000 Sandal Jepit yang di kirim warga. 

Hidup ini seperti keadaan dan linimasa pemberitaan yang aku sebut diatas, kadang hidup berjalan tenang. Tetapi terkadang kehidupan bertemu gelombang dahsyat yang ombaknya dapat menggulung naluri kita sebagai manusia waras. 

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline