Lihat ke Halaman Asli

Rut Juni Grace Silalahi

Mahasiswa Fakultas Teknologi Industri, Jurusan Manajemen Rekayasa, Institut Teknologi Del

Design Thinking and Lateral Thinking

Diperbarui: 31 Maret 2021   02:32

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sumber: (The Design Management Institute DMI Value Index 2015)

Mungkin bagi sebagian orang Design Thinking sudah tidak asing lagi, namun Lateral Thinking Bagaimana?

Nah kali ini, saya tidak hanya membahas mengenai design thinking akan tetapi juga akan membahas lateral thinking.

Jika diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia, design thinking diartikan sebagai pemikiran desain. Namun, sangat penting diketahui bahwa design thinking merupakan cara kita melakukan proses demi proses hingga mencapai tahap eksperimen terhadap produk/jasa yang dirancang berdasarkan problem yang ada di lingkungan manusia. Pemikiran desain berpusat pada solusi atau strategi yang kita tawarkan dalam menyelesaikan masalah. Dalam dunia pekerjaan  design thinking sangat dibutuhkan yaitu adanya kolaboratif atau kerja sama sehingga menghasilkan produk/jasa yang dapat memenuhi kebutuhan dan keinginan pelanggan dan pemenuhan loyalitas pelanggan dapat tercapai. Maka, sangat dibutuhkan strategi bagaimana memanfaatkan peluang tersebut untuk memperoleh pangsa pasar yang luas  melalui pemahaman keinginan dan kebutuhan pelanggan. Jadi tidak heran banyak perusahaan yang sukses menggunakan design thinking, seperti pada gambar.

Menurut Brown (2010) ada 5 tahapan dalam menghasilkan produk/jasa dengan menggunakan design thinking yaitu Empathize, Define, Ideate, Prototype, and Test. Sebagai contoh perusahaan yang menerapkan tahapan tersebut adalah Gojek. Dimana berawal dari masalah kemacetan di Jakarta yang membuat Gojek berinovasi dalam menyelesaikan hal tersebut melalui alternatif yang disediakan terutama kemudahan pemakian apps dan mobilitas dari produk. Dengan mengetahui masalah kemacetan tersebut maka termasuk dalam emphatize, selanjutnya masuk tahap define yaitu bagaimana pihak Gojek dalam memahami kebutuhan pelanggan yang akan digambarkan dalam sebuah ide (ideate) seperti adanya layanan pemesanan ojek, yang merambah hingga ke pemesanan makanan dan lainnya. Setelah tahap tersebut di desain yang selanjutnya ide tersebut dilakukan uji coba (prototype) dengan membuat aplikasi yang dinamakan Gojek apps untuk mewujudkannya dalam menyelesaikan masalah  maka dibutuhkan test yaitu uji coba dilakukan terhadap pengguna. Hingga akhirnya pihak Gojek akan membutuhkan feedback pengguna untuk evaluasi lanjut.

            Menurut Edward de Bono (1967) lateral thinking atau berpikir horizontal memiliki sifat generative, provokatif, dan lompatan ide. Boleh dikatakan pemikiran ini Out of Box, hal itu terjadi karena pemikiran kita diluar dari pemikiran orang lain dengan maksud menciptakan proses/jalan yang baru dari proses yang ada. Sehingga seringkali jawaban dari pemikiran ini terkadang tidak dapat ditebak hingga pada akhirnya lateral thinker akan menjelaskan dengan konsep yang dia ciptakan. Berpikir lateral diumpamakan sebagai daya imaginasi seseorang, sebagai contoh “Apa yang digunakan bewarna hitam saat dibeli, warna merah saat digunakan, dan abu-abu saat dibuang?” Mungkin kita akan kesulitan menjawab hingga daya imaginasi kita akan bekerja untuk memperoleh jawabannya yaitu “Arang”. Berpikir horizontal ini juga memperbolehkan kesalahan sehingga menghasilkan sesuatu yang kreatif. Maka dari sinilah akan tampak jelas perbedaan kedua pemikiran tersebut bahwa pemikiran desain lebih dominan dalam matematis mengikuti tahapan sebelumnya hingga menciptakan  produk dalam memecahkan masalah sedangkan berpikir lateral lebih dominan memecahkan masalah di luar pemikiran orang lain atau menghasilkan sesuatu yang kreatif.




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline