Lihat ke Halaman Asli

Rusman

Libang Pepadi Kab. Tuban - Pemerhati budaya - Praktisi SambangPramitra

Rusman: Wayang, Semar Mejang Kahayangan (1)

Diperbarui: 28 Februari 2019   06:54

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia


Dalam dunia pewayangan makna Memayu Hayuning Bawana terlihat dengan jelas pada lakon "Semar Mejang khayangan."

Suatu saat Semar atau Sang Jiwa Minulya melalui sasmita gaibnya terusik batinnya oleh keadaan dunia yang akan mengalami kerusakan akibat perilaku sebagian manusia. 

Namun betapa masygulnya hati Semar ketika ia tahu bahwa di atas khayangan pun keadaan tidak juga berbeda.

"Golongan Dewa yang semestinya menjadi tauladan para titah, ternyata keadaannya juga menyedihkan."

Tegur Ismaya kepada Bethara Guru.

"Maafkan adikmu ini kakang Ismaya," suara Bethara Guru memelas.

"Kau tidak seharusnya minta ma'af kepadaku Guru. Mintalah ma'af dan petunjuk kepada Rama Pukulun, " kata Semar setengah marah "tapi begini Guru ya, selama anak-anakmu kau biarkan berbuat sewenang-wenang di khayangan ini ataupun di madyapadha, maka keadaan ini selamanya tidak akan bisa berubah baik. Apa yang telah diamanatkan Rama Pukulun tentu tak akan bisa tercapai."

"Baiklah kakang, aku hanya bisa pasrah kepada kakang Ismaya."

"Aku serta Kakangmu Sarawita telah rela melepaskan segala kamulyan di sini, kamulah yang mewakili kami berdua. Semua tumplek bleg kau terima dari kanjeng Rama pukulun. Eee.. ternyata kelakuanmu sendiri juga seperti ini."

"Ya kakang, sekali lagi aku terima salah. Terus bagaimana baiknya kakang."

"Oo Guruu, Guru..! Sekarang juga undang semua anak-anakmu. Inti kedewataan semua anakmu harus disegarkan lagi melalui kuncung janggan yang ada padaku ini."

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline