Rudi Santoso (Dosen Hukum Tata Negara UIN Raden Intan Lampung)
Dalam sistem hukum Indonesia, Hukum Tata Negara (HTN) dan Hukum Administrasi Negara (HAN) merupakan dua cabang utama dari hukum publik yang mengatur penyelenggaraan negara. HTN berbicara tentang struktur dan kekuasaan negara, sedangkan HAN berkaitan dengan pelaksanaan kekuasaan itu dalam kehidupan sehari-hari. Di tengah berkembangnya demokrasi dan negara hukum di Indonesia, muncul kebutuhan untuk tidak hanya memahami keduanya secara terpisah tetapi juga menyelami titik temu yang menjadikan HTN dan HAN saling menyokong. Dalam hal ini, konstitusi khususnya Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 berperan sebagai penghubung utama yang menjembatani fungsi-fungsi keduanya.
HTN bertugas menyusun dan mengatur kerangka besar kekuasaan negara. Ia mengatur bagaimana kekuasaan dibagi dan dijalankan oleh lembaga-lembaga tinggi negara seperti Presiden, DPR, MPR, MA, MK, serta hubungan antara pusat dan daerah. HTN juga menjadi dasar legalitas atas eksistensi negara dan pemegang kekuasaan tertinggi yaitu rakyat.
Sebaliknya, HAN bekerja di wilayah yang lebih operasional. HAN mengatur segala bentuk tindakan administrasi oleh pejabat atau lembaga pemerintahan dalam menjalankan kewenangannya. Misalnya keputusan tentang perizinan, pengangkatan, pemberhentian, sanksi administratif, dan lainnya. HAN menjamin bahwa tindakan administrasi tersebut dilakukan secara legal, rasional, dan tidak diskriminatif.
Sering kali HTN dipahami sebagai hukum dasar kekuasaan sementara HAN sebagai hukum tindakan kekuasaan. Namun pandangan ini tidak cukup. Perlu ada pemahaman bahwa konstitusi bukan hanya fondasi HTN melainkan juga memberi landasan normatif bagi HAN agar tindakan-tindakan pemerintahan tetap dalam koridor hukum dan keadilan.
Konstitusi tidak hanya menetapkan struktur kekuasaan negara tetapi juga merumuskan prinsip-prinsip umum pemerintahan yang baik yang menjadi nafas HAN. Dalam UUD 1945, sejumlah prinsip konstitusional berfungsi sebagai landasan administratif. Misalnya Pasal 1 ayat (3) menyatakan bahwa Indonesia adalah negara hukum. Ini menegaskan bahwa seluruh tindakan pemerintah baik legislatif, eksekutif, maupun yudikatif harus tunduk pada hukum termasuk tindakan administratif. Pasal 28D ayat (1) menyebutkan bahwa setiap orang berhak atas pengakuan, jaminan, perlindungan, dan kepastian hukum yang adil. Ini menjadi dasar perlindungan hukum administrasi terhadap warga negara. Pasal 27 dan 28 lainnya mengandung prinsip nondiskriminasi, keadilan sosial, serta hak atas pelayanan publik yang layak yang menjadi acuan utama dalam pelaksanaan administrasi negara.
Dengan demikian konstitusi menjadi simpul normatif yang menyatukan konsep kekuasaan dan pelaksanaan kekuasaan. Konstitusi menjamin bahwa dalam negara demokratis kekuasaan tidak hanya sah secara struktural tetapi juga adil secara substantif dalam pelaksanaannya.
HTN menetapkan bagaimana kewenangan dijalankan sementara HAN mengatur bagaimana kewenangan itu digunakan dalam praktik. Contoh nyata dari hubungan ini dapat dilihat dalam proses perumusan dan pelaksanaan kebijakan publik.
Misalnya Presiden memiliki kewenangan untuk menetapkan Peraturan Pemerintah atau Peraturan Presiden berdasarkan konstitusi. Namun pelaksanaan dari peraturan tersebut seperti pemberian bantuan sosial, izin pembangunan, atau pencabutan hak harus tunduk pada ketentuan administratif seperti asas legalitas, proporsionalitas, dan perlindungan hak warga negara.
Selain itu HTN menetapkan struktur dan kewenangan pemerintah daerah melalui otonomi daerah. Sementara HAN mengatur bagaimana kepala daerah menggunakan kewenangan tersebut termasuk dalam menerbitkan surat keputusan, peraturan daerah, atau tindakan administratif lainnya. Semua harus dilakukan dengan dasar hukum, akuntabilitas, dan kepatuhan terhadap konstitusi.