Sampai Di Mana Tanggung Jawab Jokowi atas Kerugian Kereta Cepat Whoosh
Proyek Kereta Cepat Jakarta-Bandung, yang dikenal dengan nama Whoosh, sejak awal digadang-gadang sebagai simbol modernisasi transportasi nasional dan kebanggaan era Presiden Joko Widodo. Ide besar ini dimaksudkan untuk mempercepat mobilitas, mengurangi kemacetan, dan menunjukkan kapasitas Indonesia dalam membangun infrastruktur berteknologi tinggi. Publik dan media awalnya menyambut proyek ini dengan antusiasme tinggi, seolah menghadirkan janji masa depan yang lebih cepat, efisien, dan modern.
Namun, kenyataannya jauh berbeda. Proyek ambisius ini bukan hanya menelan biaya investasi yang fantastis, tetapi juga menimbulkan kerugian finansial yang sangat besar bagi negara dan BUMN yang terlibat. Sejak dimulai operasional komersial pada Oktober 2023, Whoosh terus mencatat defisit signifikan, jauh di bawah target penumpang yang dijanjikan dan tidak mampu menutup biaya operasional serta beban utang. Fakta ini menimbulkan pertanyaan serius: sejauh mana Presiden Jokowi, sebagai pemimpin eksekutif saat itu, bertanggung jawab atas kerugian negara yang nyata ini?
Kerugian Finansial yang Nyata dan Berkelanjutan
Kerugian proyek Whoosh bukan sekadar prediksi atau potensi, melainkan fakta yang tercatat dalam laporan keuangan. Pada tahun 2024, proyek ini menelan kerugian sekitar Rp2,69 triliun, dan pada semester pertama 2025, kerugian tercatat Rp1,2 triliun. Jumlah penumpang yang hanya sekitar 6 juta orang per tahun jauh di bawah target awal 31 juta orang, sehingga pendapatan tiket tidak mampu menutup biaya operasional dan bunga utang. Beban investasi yang sangat tinggi, mencapai USD 7,2 miliar (sekitar Rp116,5 triliun), ditambah biaya tambahan sebesar USD 1,2 miliar, semakin memperparah kerugian.
Beban finansial ini diperberat oleh pinjaman dari China Development Bank sebesar Rp6,9 triliun, dengan jangka waktu 40 tahun dan grace period 10 tahun. Kurangnya integrasi dengan moda transportasi lain dan keterbatasan akses ke stasiun utama membuat proyek ini gagal menarik jumlah penumpang sesuai proyeksi. Selain itu, kinerja konsorsium yang terlibat, termasuk PT Kereta Api Indonesia (KAI) dan PT Wijaya Karya (WIKA), menunjukkan adanya masalah manajemen proyek, yang menjadi salah satu penyebab utama kerugian berkelanjutan.
Pihak yang Diuntungkan
Meski proyek ini merugikan negara, ada pihak-pihak yang secara finansial diuntungkan:
1. Perusahaan kontraktor dan konsultan
PT Wijaya Karya, PT Adhi Karya, dan pihak konsultan proyek menerima pembayaran kontrak konstruksi, supervisi, dan manajemen proyek, terlepas dari keberhasilan operasional.
2. Pemasok dan penyedia jasa luar negeri