Pada tanggal 21 Mei 2025, saya bertanya kepada teman dikantor sebelum melanjutkan mereview pekerjaan "hari ini hari apa" salah seorang teman sebutlah si fulan menjawab "hari rabu, kawan". Ada teman yang lain diam-diam membuka handphone dan searching di google berkata "Hari Peringatan Reformasi Nasional". Sontak saya terdiam sejenak terhadap respon salah satu teman tersebut.
Saya mungkin ditanggal tersebut tidak ikut serta bahkan juga tidak tau kepahitan sejarah di tanggal tersebut, sejenak saya membayangkan. Hari-hari sebelum peristiwa tersebut terjadi semua masyarakat berbondong-bondong datang ke gedung DPR/MPR, hari yang sangat mencekam penuh dengan hawa panas, setiap mahasiswa bergelora menyusun gerakan agar kobaran api semangat perjuangan terus menyala-nyala menusuk urat nadinya, baginya mati di medan perjuangan adalah sebenar-benarnya perjuangan.
Mengapa saya begitu naif dalam peristiwa yang menusuk jantung hati tersebut, mengapa saya tidak merefleksi peristiwa tersebut, mengapa saya hanya duduk dimeja kerja, mengapa saya hanya duduk berdiam dibangku sekolah, mengapa saya hanya sibuk dengan cuan bin cuan, mengapa saya sibuk meraup keuntungan dari peristiwa tersebut, mengapa dan mengapa sekian pertanyaan diawali dengan mengapa.
Hari Peringatan Reformasi Nasional seringkali kita acuh dan bahkan mungkin kita tidak tau, ada peristiwa apa dan seberapa besar gelombang yang terjadi di tanggal 21 Mei 1998. Nampaknya pertanyaan sederhana ini perlu dikemukan atau di remark di kalender perjalanan hidup. Karena barangkali kalau kita survei dikalangan Zilenial dan Generasi Alfa seberapa tau terhadap persitiwa hari ini, nampaknya cenderung tidak bisa menjawab.
Alur Mundur
Kutipan ini terus menggema dan mendengung di telinga, karena orang yang menyampaikan kalam tersebut, manusia yang sangat langka dalam sejarah perjuangan bangsa ini dan bahkan mungkin belum ada yang menggantikan kesohorannya Sang Proklamator Indonesia bapak Ir. Soekarno "Jangan Sekali-kali Meninggalkan Sejarah atau disingkat Jasmerah (dalam pidatonya yang terakhir pada Hari Ulang Tahun (HUT) Republik Indonesia tanggal 17 Agustus 1966).
Dan ternyata bila kita menelisik inspirasi kalimat tersebut juga di ilhami dalam ayat Al-Qur'an yang artinya, "Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan hendaklah setiap diri memperhatikan apa yang telah diperbuatnya untuk hari esok (akhirat); dan bertakwalah kepada Allah, sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan (Surat Al-Hasyr Ayat 18)
Sejenak kita memaknai dengan sangat sederhana menujukkan bahwa "Sebagai orang yang beriman, ada dua hal yang perlu dilakukan sebagai wujud keimanan yaitu menyegerakan diri melaksanakan amaliah yang berujung pada ketakwaan dan yang kedua adalah sejauh mana seseorang memperhatikan sejarah masa lalu untuk jadi pelajaran bagi masa depannya".
Bila kita sejenak menghayati peristiwa yang terjadi pada tanggal 21 Mei 1998, tentu peristiwa tersebut bukan hanya sekedar kumpulan hari, tanggal dan tahun, bukan juga berkaitan soal tempat melainkan bentuk ikhtiar kuat atas belenggu yang selama ini dialami, hegemoni kekuasaan yang terus melenggang dan kekuatan asing yang menghantui bangsa kala itu, Bagi para pejuang dan bangsa ini sungguh masa itu membentuk identitas, nilai, dan masa depan suatu bangsa. Gerakan Reformasi tahun 1998 menandai titik balik yang menjadi era penting dalam membawa era baru demokrasi, kebebasan, dan keadilan sosial setelah beberapa dekade pemerintahan otoriter di bawah rezim Orde Baru Presiden Soeharto.
Sejarah gerakan Reformasi 1998 bagi Milenial, Gen Z dan Generasi Alfa, menjadi sangat penting untuk mempertahankan nilai-nilai perjuangan, disana ada semangat, disinilah generasi muda belajar konsistensi dan menghayati perjuangan untuk kepentingan Nasional. Bila yang terjadi malah sebaliknya yaitu ketidaksadaran maka menimbulkan luka bagi para pejuang yang gugur, tentu pasti ada bahaya yang signifikan, mungkin termasuk juga pengulangan kesalahan masa lalu. Lemahnya kehadiran para generasi hari ini membuat hilangnya identitas Negara, budaya, dan rusaknya tatanan yang telah dibangun dalam memperjuangkan keadilan sosial. Kita harus yakin bahwa harga reformasi sangat mahal, adanya anak-anak bangsa yang rela berkorban nyawa dan darah ketika itu. Jangan biarkan pengorbanannya dinihilkan, kita justru diajarkan untuk tidak mengkhianati Reformasi.
Penyeimbang Transformasi Reformasi