Lihat ke Halaman Asli

Ronald SumualPasir

Penulis dan Peniti Jalan Kehidupan. Menulis tidak untuk mencari popularitas dan financial gain tapi menulis untuk menyuarakan keadilan dan kebenaran karena diam adalah pengkhianatan terhadap kemanusiaan.

Perilaku Orang Kaya dan Orang Miskin: Mental Problem?

Diperbarui: 12 Oktober 2025   06:03

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ekonomi. Sumber ilustrasi: PEXELS/Caruizp

Uang Bukan Untuk Dihabiskan: Antara Mindset Finansial dan Realitas Sosial

Kebanyakan orang, ketika menerima uang, langsung berpikir bagaimana cara menghabiskannya. Membayar cicilan, membeli gawai baru, atau sekadar menikmati makan malam di restoran yang lama diidamkan. Tidak ada yang salah dengan itu. Namun, di sinilah letak perbedaan antara mereka yang menanam dan mereka yang menghabiskan. Orang kaya berpikir sebaliknya: begitu uang datang, mereka tidak bertanya, "Apa yang bisa saya beli?" melainkan "Bagaimana uang ini bisa tumbuh?"

Gagasan ini begitu sederhana, namun dampaknya luar biasa. Dalam dunia keuangan pribadi (personal finance), mindset seperti itu sering dianggap kunci utama menuju kebebasan finansial. Tetapi pertanyaannya, apakah benar semua berawal hanya dari pola pikir? Atau sebenarnya ada sistem sosial dan struktur ekonomi yang membuat peluang tumbuhnya uang berbeda bagi setiap orang?

Mindset Sebagai Modal Awal

Buku-buku klasik seperti Rich Dad Poor Dad karya Robert Kiyosaki, atau Think and Grow Rich karya Napoleon Hill, menanamkan keyakinan bahwa kekayaan dimulai dari cara berpikir. Orang kaya tidak melihat uang sebagai hasil, melainkan sebagai alat untuk menciptakan hasil baru. Mereka membangun aset yang bisa bekerja untuk mereka --- investasi, bisnis, properti, atau pasar modal.

Prinsip ini sejalan dengan pandangan behavioral economics yang dikembangkan oleh Richard Thaler dan Cass Sunstein (2008) dalam Nudge. Mereka menjelaskan bahwa keputusan keuangan manusia sering kali tidak rasional, dipengaruhi oleh emosi, kebiasaan, dan bias kognitif. Orang yang mampu menunda kepuasan (delay gratification) dan berpikir jangka panjang cenderung memiliki posisi finansial lebih baik.

Namun, penelitian Bank Dunia (World Bank, Global Financial Development Report, 2022) juga menunjukkan bahwa literasi finansial tinggi tidak selalu berarti akses ke peluang ekonomi yang setara. Banyak masyarakat di negara berkembang memahami prinsip investasi, tapi tidak memiliki instrumen dan infrastruktur untuk mengimplementasikannya. Artinya, mindset penting --- tetapi tidak cukup.

Ketika Uang Tidak Bisa Bekerja Untuk Semua Orang

Salah satu kalimat paling populer dalam literatur keuangan pribadi adalah:

"Kalau uangmu tidak bekerja untukmu, kamu akan terus bekerja untuk uang."

Secara teoritis, benar. Namun dalam konteks sosial, kalimat ini problematik. Bagaimana uang bisa bekerja jika seseorang bahkan tidak memiliki akses terhadap rekening bank, apalagi pasar modal?

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline