Lihat ke Halaman Asli

Roman Rendusara

TERVERIFIKASI

Memaknai yang Tercecer

Biar Cukup Kau yang Kaya Saja

Diperbarui: 31 Oktober 2020   17:47

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Warga berkerumun di depan kantor Bank BRI Kota Tasikmalaya untuk mencairkan BLT UMKM, Rabu (21/10/2020). Sumber: mediaindonesia.com

Perubahan yang cepat dalam Revolusi Industri 4.0 ini mengantar kita kepada disrupsi (disruptive). Disrupsi memutuskan pendekatan-pendekatan dan cara-cara lama ke dalam pendekatan-pendekatan dan cara-cara yang baru. 

Inovasi adalah kekuatan terbesar untuk mengembangkan pendekatan baru, menyederhanakan cara-cara lama yang rumit, mempermudah pekerjaan, dan mempersingkat waktu untuk menyelesaikan tugas tertentu.

Tidak ketinggalan dalam bidang keuangan. Hari-hari terakhir ini, bergaung gema diskusi keuangan tentang inklusi keuangan digital. Bahkan Kompas, tiga hari berturut-turut mengupas tuntas dengan data dan fakta perihal transaksi keuangan berbasis kemajuan teknologi digital ini.

Inklusi Keuangan

Bank Dunia mendefenisikan inklusi keuangan sebagai proporsi individu dan perusahaan yang menggunakan jasa keuangan. Sementara, Alliance for Financial Inclusion (AFI) mengatakan proses memastikan akses penggunaan layanan keuangan perbankan adalah inklusi keuangan. 

Inklusi keuangan selalu diukur dalam tiga dimensi, 1) akses ke layanan keuangan, 2) penggunaan layanan keuangan, dan 3) kualitas produk dan pelayanan keuangan.

Di tengah pandemi Covid-19, kita menyaksikan masih banyak anak bangsa yang belum memiliki rekening bank. Di Ende, Nusa Tenggara Timur (NTT), saya melihat antrian yang mengular di beberapa bank. Tujuan utama adalah membuka rekening bank. Selain itu, mengaktifkan kembali rekening bank yang sudah sejak lama 'menganggur'. 

Pasalnya, sebagai salah satu syarat untuk menerima bantuan PEN dari pemerintah. Ini baru soal pertama, akses ke layanan keuangan.

Dan, suatu malam, saya ditawarkan sebuah produk keuangan, dari sebuah lembaga keuangan, yang saya duga 'bodong'. Berapi-api, si penawar mengatakan, produk yang dibawanya adalah aplikasi konkret dari janji kampanye Joko Widodo tentang fintech (finansial technology). 

Cara kerjanya: calon anggota mendaftar melalui sebuah aplikasi, mengisi sejumlah uang sebagai setoran awal dan memberikan uang kepada si penawar.

Hemat saya, semirip skema Ponzi. Anggota mencari anggota (member get member). Keuntungannya, katanya, ada dua, yakni mendapatkan 50% dari modal yang disetor oleh 'kaki'-nya dan mendapat pahala. Lanjutnya, 10% dari keuntungan akan disalurkan kepada anak-anak miskin dan terlantar melalui panti asuhan.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline