Lihat ke Halaman Asli

Warisan Literasi Mama

Meneruskan Warisan Budaya Literasi dan Intelektual Almarhumah Mama Rohmah Tercinta

Jangan Beli Kucing dalam Sarung

Diperbarui: 14 Mei 2020   23:32

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sarung dimanfaatkan sebagai hammock atau ayunan bayi - Sumber Foto: cakrawalanusantaranews.wordpress.com 

Sepulang dari masjid bersama teman-teman mengajinya, raut wajah Langit nampak mengusung mendung. Mulutnya cemberut tanda ada sesuatu yang membuatnya bersungut. Untungnya karena sudah terbiasa, reflek dia mengucapkan salam ketika masuk ke dalam rumah walau pun hatinya menyimpan gundah."Assalamualaikum," ucapnya pendek seperti biasanya sebelum dilanjutkan dengan merengek.

"Mamah... besok aku nggak mau ah ke masjid pakai celana ini lagi,"  keluhnya langsung membuka percakapan sambil berancang-ancang melontarkan permintaan.

"Memang kenapa nak? Celanamu itu kotor? Ya udah besok ganti yang satunya aja. Udah mama cuci kok," jawabku menanggapi.

Namun langit hanya menggeleng-gelengkan kepalanya. "Nggak, aku mau dibeliin sarung. Seperti yang tadi pak Ustadz pakai. Kata pak Ustadz sarung itu adalah budaya warisan nenek moyang kita dulu mah. Asyik tadi cerita pak Ustadz tentang sarung," cerocos langit tak terbendung.

Aku pun hanya bisa mengangguk-angguk mengiyakan cerita bocah yang tengah kasmaran dengan sarung ini. Dan tentu saja akupun berjanji untuk mengajaknya membeli sarung di pasar besok. Biar tidak salah pilih rencananya nanti kuminta dia melihat-lihat dan memilihnya sendiri.

...

Sarung untuk permainan ninja-ninjaan-Sumber Foto: rindrianie.com

Cerita langit tadi sore, kembali terngiang di kepalaku malam ini. Langit udah lelap di kamarnya. Suami kebetulan tengah tugas ke luar kota. Cerita Langit tadi siang benar-benar membawakan bingkisan kenangan indah ketika dulu aku masih seusianya saat di kampung.Aku teringat pada almarhum bapak yang selalu membawa sarung kemana saja. "Bawa sarung kan gak berat nduk. Kalau tidak dipakai, bisa dilipat dan dikalungkan ke leher. Kayak orang-orang Betawi atau mana ya, Madura sepertinya," kata bapak sambil mengingat-ingat.

"Kalau nggak mau dikalungkan bisa dilipet dan diikat ke pinggang. Wedeeeewww... kayak jawara ya nduk. Nampak gagah tho. Yang jelas bawa sarung itu enteng tho. Iya tho nduk," lanjut bapak sambil mengelus rambutku.

Menurut Bapak meski dirinya nggak tahu sebenarnya dari mana asal sarung itu, entah dari budaya mana, namun menurutnya sarung adalah temuan kreatif dan inovatif di bidang fashion yang sangat multiguna. Bisa dipakai apa saja secara terencana ataupun dalam keadaan darurat.

"Yang biasa sarung kan buat sholat tho Nduk. Makanya sarung itu harus dijaga kesuciannya agar tak kena najis dan sholatnya bisa diterima Allah dengan baik," jelas Bapak suatu ketika masih melanjutkan masalah sarung.

"Ya seperti hidup, sholat itu yang utama. Jadi meskipun buat kita sarung untuk sholat itu memang yang utama, namun sebagai barang yang katanya untuk sandang nduk, sarung itu fungsi sungguh sangat beragam.  Bisa buat kemul ketika kita tidur. Bisa buat jaketan kalau kita tengah di luar misalnya ronda dan udaranya adem," lanjut bapak panjang lebar. Namun aku malah senang. Bagiku ocehan bapak ini merupakan hal baru yang nanti bisa membuatku terasa lebih pintar dari temen-temenku.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline