Lihat ke Halaman Asli

Literasi Salah Satu Apresiasi Strategi Pembelajaran Sastra di SMPN 2 Sayung

Diperbarui: 11 Januari 2023   07:55

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Pendidikan. Sumber ilustrasi: PEXELS/McElspeth

Pembelajaran merupakan sebuah proses agar mampu menciptakan peserta didik agar mau belajar. Menciptakan kegiatan belajar yang mampu menggairahkan siswa belajar.Guru dituntut mampu merencanakan, melaksanakan, dan mengevaluasi proses belajar mengajar dengan baik. Perencanaan yang dibuat guru berupa rencana pelaksanaan pembelajaran (RPP) harus bersifat fleksibel. Guru jangan membuat RPP sekadarnya. RPP harus disusun berpedoman pada standar kompetensi yang . 

RPP yang dibuat guru harus disesuaikan dengan tuntutan kurikulum. Dalam pelaksanaan proses belajar mengajar, guru harus menata, mencari, dan mengembangkan materi yang diajarkan. Guru harus menguasai dan memahami materi dengan baik. Guru harus memiliki komitmen yang tinggi agar terus belajar sehingga wawasan dan pengetahuan yang dimiliki semakin luas.Guru harus melibatkan siswa secara aktif dalam proses belajar mengajar. 

Guru seharusnya menguasai strategi belajar mengajar dan keterampilan-keterampilan mengajar, misalnya keterampilan menjelaskan, keterampilan membuka dan menutup pelajaran, keterampilan bertanya (Yarsama, 2019:3).

Guru sebagai pilar utama pembelajaran sastra maka seorang guru harus mampu merangsang, memotivasi peserta didik agar lebih akrab dengan sastra. Peserta didik diarahkan agar merasa senang dalam pembelajaran sastra. Peserta didik dibina agar mau membaca karya sastra dan mendiskusikannya dengan teman-temannya. 

Dengan membaca sastra, peserta didik berkesempatan untuk berkenalan langsung dengan karya sastra dan sekaligus mengapresiasinya. Kenyataan di lapangan, di sekolah ditemukan bahwa masih ada pelaksanaan pembelajaran sastra yang menyuruh peserta didiknya hanya membaca ringkasan cerita saja, bukan membaca teks sastra secara utuh. 

Hal ini sudah tentu tidak menguntungkan bagi peserta didik. Peserta didik diberikan tugas membaca teks sastra secara utuh. Guru yang menyuruh peserta didik membaca sinopsis saja maka pembelajaran sastra itu hanya sepotong-sepotong. Hal ini sudah tentu bukan pembelajaran sastra yang apresiatif.

Begitupun di SMP N 2 Sayung dalam pembelajaran sastra yang apresiatif menitikberatkan pada proses pembelajaran sastra yang menyeimbangkan antara teori dan keterampilan bersastra. Keterampilan bersastra perlu mendapat alokasi waktu yang lebih banyak. 

Pembelajaran sastra yang apresiatif menuntut adanya keharmonisan dalam pembelajaran sastra yang meliputi aspek afektif, kognitif, dan psikomotorik. Pembelajaran sastra yang apresiatif dapat diwujudkan dengan baik apabila peserta didikmemiliki budaya membaca dan menulis  optimal. Budaya membaca dan menulis menjadi pondasi terciptanya pembelajaran sastra yang apresiatif. Pada jenjang pendidikan menengah pemerintah mewajibkan peserta didik membaca 15 menit sebelum pelajaran dimulai.

Rujukan:

https://ojs.mahadewa.ac.id/index.php/stilistika/article/download/768/625/1762 

https://journal.ummat.ac.id/index.php/telaah/article/view/5476 




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline