Lihat ke Halaman Asli

BI Seakan Cubin-cubin Ditengah Pohon Kelapa

Diperbarui: 10 Oktober 2015   14:17

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ekonomi. Sumber ilustrasi: PEXELS/Caruizp

Dalam seminggu terakhir rupiah mengalami rebound terhadap US Dolar dalam ukuran yang cukup signifikan; Dari sekitar 14700 rp per dolar seminggu sebelumnya menjadi sekitar 13300 rp per dolar pada akhir minggu ini.

Banyak ahli yang menganalisis bahwa kenaikan nilai rupiah terhadap dolar ini adalah karena Bank Central Amerika "The Fed" tak jadi menaikkan suku-bunga akibat belum tercapainya perbaikan ekonominya.

Seperti banyak dijelaskan para ahli ekonomi, sebetulnya rencana menaikkan suku bunga oleh The Fed sudah didengungkan sejak 2009 seiring membaiknya ekonomi Amerika. Namun selama enam tahun ini The Fed tak kunjung menaikkan suku bunga tetapi dunia seakan selalu menantikan dan menunggu hal tersebut. Jadinya selama enam tahun terakhir ekonomi dunia seakan penuh ketidakpasti-an seperti ungkapan menunggu codot.

Tergantung pada kemampuan membaca arah ekonomi, para pengmbil kebijakan masing-masing negara di dunia bermain adu strategi sehingga walaupun "menunggu codot" itu cukup lama tak banyak negara yang penurunan nilai tukar mata uangnya besar. Dalam masa itu, ekonomi Indonesia dipimpin oleh ekonom-ekonom yang lumayan tangguh (Gubernur BI, Menteri Keuangan, Menteri Perdagangan termasuk didalamnya) sehingga dalam 4 tahun dari 2009 sampai 2014, nilai rupiah cuma jatuh sekitar 15 persen saja.

Namun apa yang terjadi setahun terakhir, sejak pertengahan 2014 sampai 2015, dalam tempo satu tahun saja, rupiah jatuh sekitar 30 persen. Apa penyebabnya? Silahkan pakai pikiran yang jernih untuk menilainya. Namun satu hal yang penulis amati, selama setahun ini hampir tak terdengar suara Gubernur BI kenapa rupiah terpuruk terus menerus. Seakan ayam kena tetelo, pembiaran tergerusnya nilai rupiah seakan tak bisa berujung. Kalau jajaran Menteri-Menteri Ekonomi yang lain dengan singkat menyalahkan The Fed yang tak membuat keputusan segera (emangnya gue pikirin ujar The Fed, kira-kira begitu, pen.), padahal kisah menunggu codot ini sudah sejak 2009, harusnya yang bersangkutan bisa memanage seperti kabinet SBY dulu, tak perlu parah seperti ini.

Sekan kejatuhan jimat pulung, minggu lalu The Fed memastikan tak akan menaikkan suku bunga, sehingga ephoria kembalinya dolar kenegeri Paman Sam terhenti. Dan rupiah sekonyong-konyong naik dalam seminggu saja sekitar 5 persen. Tentulah kita bersyukur mengharapkan ekonomi jadi bisa lebih membaik.

Namun pagi ini penulis membaca di media, pernyataan Gubernur BI yang menyatakan kenaikan rupiah disamping effek The Fed, namun lebih karena "fundamental ekonomi kita" yang bagus dan usaha-usaha BI menenangkan pasar. Nah disinilah penulis jadi terpana. Apa fundamental ekonomi kita itu mendadak naik, kenapa selama ini rupiah terpuruk paling dalam nomer dua di dunia (kalau Malaysia nomer satu karena ada sinyalemen korupsi dahsyat yang dilakukan Perdana Menterinya). Jadi penulis merasa Gubernur BI seakan menepuk dada  karena berhasil menenangkan pasar dan menjaga fundamental ekonomi kita. Kemane aje ente selama ini?

Alkisah, di Sumatera ada sejenis bunglon yang dinamakan menurut bahasa setempat sebagai cubin-cubin. Kebiasaan cubin-cubin ini adalah berpegang ditengah batang pohon kelapa sewaktu angin kencang bertiup. Ia menggoyang-goyangkan badannya seakan batang kelapa itu bergoyang karena dialah yang menggoyangnya, bukan oleh hembusan angin. Apa BI ingin meniru cubin-cubin?

 




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline