Lihat ke Halaman Asli

Robbi Khadafi

Tukang Ketik

RKUHP Terancam Batal Disahkan Menjadi UU Tahun Ini

Diperbarui: 29 Agustus 2019   10:41

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Foto: ilustrasi RKUHP (hukumonline.com)

DPR dan pemerintah menargetkan Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (RKUHP) dapat diketok/disahkan menjadi UU pada September mendatang atau periode DPR saat ini. Pasalnya, Oktober mendatang anggota DPR periode 2019-2024 dilantik. Namun Komisi III DPR enggan dipaksa-paksa untuk segera mensahkannya menjadi UU.

Perkembangan terkini, terdapat dua pasal yang masih diperdebatkan. Yakni pasal penghinaan presiden dan wakil presiden serta pasal kesusilaan. Apabila kedua pasal itu tidak tercapai kesepakatan maka pembahasan RKUHP akan dilanjutkan DPR periode berikutnya.

Namun Ketua Panitia Kerja (Panja) RKUHP yang juga Wakil Ketua Komisi III DPR, Mulfachri Harahap pernah mengatakan kepada penulis bahwa RKUHP ini harus disahkan menjadi UU pada periode DPR saat ini. Apabila tidak disahkan maka pembahasan RKUHP ini tidak akan selesai-selesai. Pasalnya di DPR tidak ada mekanisme carry over UU. Artinya pembahasan UU diperiode sebelumnya tidak dapat dilanjutkan pada periode DPR yang baru.

Terkait pasal penghinaan presiden dan wakil presiden sulit dihapus karena tak ada penolakan dari DPR maupun pemerintah. Untuk menyiasatinya akan memperbaiki substansi dan rumusan redaksional pasal tersebut. Misalnya substansinya delik aduan agar tidak melanggar putusan Mahkamah Konstitusi (MK).

Sebelumnya MK melalui putusan Nomor 013-022/PUU-IV/2006 pernah membatalkan pasal penghinaan presiden dan wakil presiden dalam KUHP. Permohonan uji materi tersebut diajukan oleh Eggi Sudjana dan Pandapotan Lubis. MK menilai Pasal 134, Pasal 136, dan Pasal 137 KUHP bisa menimbulkan ketidakpastian hukum karena tafsirnya yang amat rentan manipulasi.

Pasal penghinaan terhadap presiden dan wakil presiden diatur dalam pasal 223 dan 224 draf RKUHP. Dua pasal itu mengancam orang yang menghina presiden dengan hukuman maksimal 3,5 tahun dan 4,5 tahun penjara.

Terkait pasal kesusilaan masih ada perdebatan substansi dari DPR dan elemen masyarakat sipil. Tapi kalau pasal-pasal terkait kontrasepsi yang diributkan, tidak ada masalahnya untuk mengadopsi elemen-elemen masyarakat sipil.

Anggota Komisi III DPR John Kenedy Azis mengatakan pada prinsipnya sudah sepakat antar fraksi terkait pasal-pasal yang belum disepakati. Dalam beberapa hari ke depan pembahasan sudah selesai. "Hari ini atau besok di Hotel Ayana konsinyering," kata John Kenedy saat dihubungi di Jakarta, Kamis (29/8/2019).

Lebih lanjut politisi Partai Golkar ini mengatakan pemerintah juga sudah sepakat terkait kedua pasal tersebut. Namun dia meminta DPR dan pemerintah tidak perlu didesak-desak untuk segera mensahkan RKUHP menjadi UU. Karena memang sudah waktunya RKUHP ini menjadi UU. "TidaK harus cepat dipaksakan," ujarnya.

Meski demikian, DPR dan pemerintah mengupayakan RKUHP ini selesai di periode DPR saat ini. "Diupayakan selesai periode ini. Kami optimis karena DPR dan pemerintah sudah sepakat," katanya.

Ahli hukum pidana Universitas Bina Nusantara, Ahmad Sofian berpandangan pasal penghinaan pada presiden di banyak negara demokrasi bukan meruapakan sebuah delik karena dapat mengancam kebebasan menyampaikan kritik dan kebeabasan menyampaikan pendapat.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline