Lihat ke Halaman Asli

nizami

Rakyat

Berita tentang Derita

Diperbarui: 24 Februari 2021   13:50

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

weheartit.com

"Setelah ayah meninggal, realita tak sama lagi"

Si manja merasa tersipu oleh jutaan hujaman pedang rasa malu karena kalimatnya.

Selain miskin finansial, si manja pun miskin intelektual bahkan relasi. Yang ia tau hanyalah berkata benar, meski benar baginya, belum tentu berefek baik bagi realita.

"Ayah, kenapasih ayah melakukan hal itu, ayah kan tau kalau ibu nggak suka ayah begitu" kata si manja

"Ah tidak usah sok ngatur, tau apa kamu anak kecil!" jawab ayahnya, lalu ia pergi, tangisan terdengar dalam diamnya.

Akhirnya si manja menyadari satu hal yang menghambat otak manusia untuk rela, atau ikhlash, dan hal itu adalah kebaikan.

Kebaikan dan kebenaran, seperti dua anak kembar namun beda ibu.

Ibu dari kebaikan bernama sosial, dan ibu dari kebenaran adalah realita.

Ketika kebenaran diselingkuhi, dan kebaikan menang, maka lahirlah makhluk bernama dusta.

Si manja meneguhkan hatinya, bahwa reita tak mau disimpan oleh hati ayahnya, jika itu tidak bersifat baik. Tapi, kenapa harus realita selalu baik, bukannya realita tak bisa diatur oleh kebaikan?

"Ah mungkin aku salah" kata si manja dalam pikirannya, mungkin realita bisa dirayu oleh kebaikan, buktinya banyak kok, tapi juga rayuan tidaklah selalu ampuh sakti tanpa gagal, rayuan pun kerap kali melaksanakan kegagalannya.

Dan manusia sudah tau itu, tapi ia tetap merayu realita agar sesuai kemauan mereka.




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline