Lihat ke Halaman Asli

Rinsan Tobing

TERVERIFIKASI

Seorang pekerja yang biasa saja dan menyadari bahwa menulis harus menjadi kebiasaan.

Merehabilitasi Kepriyayian Pelayan Rakyat Jakarta

Diperbarui: 24 November 2017   08:41

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Mematut diripun harus mendapatkan bantuan 'pelayan' layaknya seorang priyayi pada zaman dahulu. Sumber: voaindonesia.comm

Penyakit itu biasanya menular, jika dan hanya jika sedang berdekatan. Bisa juga karena berinteraksi. Biasanya begitu. Tetapi satu 'penyakit' yang diderita oleh Donald Trump ternyata mengalir jauh hingga ke Jakarta. Donald Trump memiliki penyakit yang relatif gawat.

Dalam pemerintahannya, Trump, yang memilih menempatkan menantunya yang masih sangat muda itu menjadi penasihat seniornya, memiliki kebijakan yang rada anomali. Salama, bolehlah disebut seperti itu. Artinya, semua salah Obama.

Segala sesuatu yang terjadi dengan Amerika saat ini yang dipersepsikan sebagai sebuah kemunduran, merupakan sebuah kesalahan yang dilakukan oleh Obama. Pada gilirannya,  Trump menjalankan kebijakan asal bukan Obama.

Maka jadilah penjungkirbalikan kata yang luar biasa. Sebagai contoh mengenai hubungan dagang Amerika Serikat dengan Cina. Trump benar-benar berbalik total, dari mengecam menjadi membela Cina, lalu menyalahkan Obama. Pokoknya, semua salah Obama. Pokoknya, semua kebijakan harus tidak sama dengan Obama. Asal bukan Obama. Itu tegasnya.

Nun jauh disana, di sebarang Samudra Pasifik, hal yang sama terjadi. Tepatnya di Jakarta, ibu kota Indonesia. Kemenangan yang relatif sama dengan Trump, yakni eksploitasi primordialisme dan populisme, penyakit Trump pun menular.

Jika di Amerika sana Trump menggelorakan semua salah Obama dan yang penting bukan Obama, maka di Jakarta dengan derajat yang relatif sama terjadi juga. Di Jakarta, gubernur yang baru menggunakan asal jangan Ahok.

Hal yang paling menonjol dari asal bukan Ahok ini terkait dengan persepsi dan perlakukannya terhadap para pimpinan pelayan publik Jakarta. Jika di masa Ahok, para pelayan publik diperlakukan sesuai dengan makna literalnya. Mereka benar-benar pejabat yang harus melayani rakyatnya. Di masa pemerintahan sekarang, terjadi upayakan pembalikan.

Dalam pemikiran Ahok, pelayanan rakyat ini tidak bergantung kepada waktu yang disesuaikan dengan jam kantor. Pelayanan rakyat dilaksanakan dengan seksama dalam dua puluh empat jam sehari. Untuk dapat melaksanakan ini, program-program dikreasi termasuk alat bantunya semacam Qlue. Qlue menjadi senjata ampuh bagi Ahok, tetapi menjadi ancaman bagi pelayan publik yang merasa jadi 'priyayi.

Ahok tidak mengenal namanya urusan pribadi dan urusan masyarakat. Segala waktu disediakan untuk rakyatnya. Pelayan publik diwujudnyatakan dalam berbagai layanan yang menjadi tugas dari seorang pelayan publik. Salah satu yang fenomenal termasuk penyediaan transportasi publik yang mumpuni, dengan kualitas fisik yang bagus.

Hal lain yang sangat disukai rakyat, setidaknya 70 persen penduduk Jakarta, yakni ketatnya Ahok dengan pengeluaran APBD dan penggunaannya. Kunci dan celah untuk korupsi dihilangkan. APBD dipelototin seperti melihat kuman di bawah mikroskop. Alhasil, banyak pembangunan dapat dicapai dalam waktu singkat. Belum lagi kecerdasan dalam menggunakan dana-dana yang di luar APBD untuk pembangunan. Simpang susun Semanggi menjadi hasil manis dari 'kecerdasan' Ahok dalam memberikan pelayanan publik dengan pemanfaatan dana-dana potensial. Pastinya, didukung oleh regulasi.

Memilih Berjarak

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline