Lihat ke Halaman Asli

Rin Muna

Follow ig @rin.muna

Nobar Film Sexy Killers di Taman Bacaan Bunga Kertas

Diperbarui: 15 April 2019   05:49

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

dokpri

Ini film tentang kemanusiaan dan pengorbanan rakyat untuk penguasa-penguasa negeri.

Sabtu, 13 April 2019 menjadi sebuah momen yang tidak akan pernah terlupakan bagi kami, warga Desa Beringin Agung. Pukul 19.00 WITA kami mengadakan sebuah acara nonton bareng sebuah film dokumenter berjudul "Sexy Killers". Bukan hanya nonton bareng, kami juga ikut berdiskusi tentang film "Sexy Killers" usai menonton. 

Dalam acara ini, hadir Bapak Zazuli, S.Ps.I selaku Kepala Desa. Mas Adine dan Mba Inne dari komunitas taman baca Pena dan Buku (Balikpapan). Mas Alwi dari Himpunan Mahasiswa Samboja yang menjadi moderator. Muhammad Ali Sadli dari taman Baca Macan Dahan dan Mas Isman dari Walhi Kaltim (Wahana Lingkungan Hidup).

dokpri

Film Sexy Killers bukanlah film yang bercerita tentang pembunuhan berantai atau pembunuhan yang teroganisir dengan baik. Film ini bercerita tentang dampak perusahaan tambang batu bara dan PLTU serta orang-orang yang ada di baliknya.

Terlepas dari isu politik, film ini seperti memberikan pandangan kepada kita untuk golput. Namun, pesan yang sesungguhnya kita ambil adalah bahwa kita tidak perlu berdebat atau bermusuhan hanya karena berbeda suara.

Sebab, mereka sama-sama punya keterkaitan dan kepentingan yang sama.  Pesan lainnya untuk penonton adalah bagaimana energi alternatif yang bisa kita gunakan agar lebih ramah lingkungan dan tidak berdampak terlalu besar pada masyarakat sekitar.

Sorot lampu truck tambang yang lewat bisa terlihat di sini

Ada hal yang lebih menarik lagi ketika kami sedang menonton film ini. Bukan hanya menonton sebuah film realita yang terjadi di beberapa daerah di Kalimantan Timur. Tapi tepat di hadapan kami, truck-truck batubara sedang seliweran mengangkut batubara menuju pelabuhan atau stock file.

Ya, jalan di depan rumahku memang menjadi salah satu jalur hauling batu bara. Bagaimana bisa? Bukankah seharusnya hauling batu bara tidak menggunakan jalan milik masyarakat?

Tentu saja bisa, karena batu bara yang ada di desaku memang berada di tengah-tengah pemukiman warga. Bukan lagi berjarak 500 meter dari pemukiman.

dokpri

Kami tidak begitu paham soal hukum. Kami tidak tahu bagaimana caranya mencegah perusahaan tambang menguras isi bumi kami. Semuanya dibiarkan saja berjalan seperti biasa. Toh, banyak juga warga yang bekerja di perusahaan tambang batu bara. Hal ini tentunya juga menjadi hal yang sulit bagi warga. Di satu sisi, kami membutuhkan pekerjaan dan di sisi lain kami ingin mempertahankan lingkungan kami.
Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline