Lihat ke Halaman Asli

Rindang Ayu

Ibu rumah tangga mulai menekuni bidang sosial keagamaan

Film "Bumi Manusia" Keren meski Belum Presentasikan Novelnya secara Utuh

Diperbarui: 29 Agustus 2019   11:15

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

dokpri

Setelah 10 hari ditayangkan di bioskop (sejak 15 Agustus lalu), film garapan sutradara Hanung Bramantyo "Bumi Manusia" telah mendekati angka 1 juta penonton. Itulah yang mendorong saya untuk menonton film yang diadaptasi dari novel Pramoedya Ananta Toer dan menghabiskan dana sekitar 30 miliar rupiah ini.

Kisah utama dalam cerita film ini adalah perjalanan hidup Nyai Ontosoroh gundik (istri simpanan) bangsawan Belanda, Herman Melemma di Surabaya pada akhir abad ke-18.

Meski berstatus sebagai istri bangsawan Belanda dan sukses mengelola usaha suaminya, namun wanita cantik dan cerdas ini tetap memperoleh perlakuan diskriminasi dari penguasa kolonial Belanda, sekalipun dengan putri kandungnya sendiri Annelies yang berdarah campuran.

Dengan berani ia melawan ketidak-adilan itu, meski pada akhirnya ia harus menerima kenyataan bahwa pernikahan Annelies dengan seorang pemuda pribumi tidak diakui oleh hukum pemerintah Belanda.  Sepeninggal kematian suaminya, wanita ini harus merelakan putri tercintanya diambil oleh pemerintah Belanda dan harus berpisah dengan ibu kandung dan suaminya.  

Akting memukau Inne Febriyanti dengan karakter kuatnya mampu memerankan sosok Nyai Ontosoroh yang digambarkan sebagai wanita yang kurang beruntung namun mempunyai pribadi yang cerdas, pemberani, agung dan kuat pendiriannya sehingga berhasil mencuri perhatian dan kekaguman para penonton dan pemerhati film.

Falcon Pictures

Pesan yang disampaikan oleh film Bumi Manusia adalah praktik pergundikan yang dibiarkan oleh pemerintah kolonial belanda, dan perlakuan hukum yang tidak adil terhadap masyarakat "inlander" (pribumi) serta pengabaian terhadap aturan hukum lokal.

Sementara kisah cinta Minke (diperankan oleh Iqbal Ramadhan) sebagai pemuda pribumi cerdas yang sekolah di HBS, dengan gadis bangsawan berdarah campuran Belanda Annelies Melemma (diperankan oleh Mawar Eva de Jongh) putri Nyai Ontosoroh menjadi pelengkap dan pemanis cerita film ini.

Sayang ending cerita film ini menjadi agak "antiklimak" karena emosi Annelies yang terkesan tidak mendukung kesedihan ibu kandung (Nyai Ontosoroh) dan suaminya (Minke) yang sangat sedih lantaran tidak mampu mempertahankan Annelies untuk tetap bersamanya akibat dikalahkan hukum pemerintah kolonial Belanda.

Film Bumi Manusia terbilang masih belum mempresentasikan cerita asli dari novelnya secara utuh. Bagaimana kecurigaan para pembantu keluarga Herman Melemma terhadap Minke pada awal kehadirannya sehingga membuat pemuda yang cerdas itu menjadi nampak cangung dan tidak muncul kepribadian smartnya.

Juga hubungan Minke dengan bangsawan Belanda yang mengundangnya karena kaguman atas penampilannya saat pelantikan ayah pemuda itu menjadi bupati Bojonegoro. Serta  motif pembunuhan Herman Melemma yang belum terungkap di pengadilan.

Meski begitu saya memberi apresiasi tinggi terhadap Hanung yang sangat piawai dalam pengaturan casting dan akting para pemain sesuai karakter tokohnya. Juga pemilihan lokasi shuting untuk latar belakang sebuah cerita yang sesuai di masa itu.  Meski berlatarkan daerah Wonokromo Surabaya di tahun 1800-an, namun Hanung pandai memilih lokasi syuting film yang berada di studio Gamplong Sleman, Yogyakarta, Semarang dan Belanda.




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline