Lihat ke Halaman Asli

Balada Burung Gereja di Masjid

Diperbarui: 7 Januari 2018   08:36

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Burung Gereja. Sumber: www.radarempoa.com

Entah kenapa hari minggu pagi ini saya melangkah ke masjid lebih awal dari biasanya untuk menunaikan ibadah sholat shubuh berjamaah. Setibanya di masjid, saya segerakan sholat sunnah sambil menunggu waktu shubuh. Setelah saya menyelesaikan sholat sunnah, tiba-tiba saya merasakan suasan alam yang asri dan damai. Saya mendengarkan kicauan burung gereja di langit-langit masjid, mungkin lebih tepatnya saya katakan seperti balada. Burung gereja yang berkicau silih berganti seolah-olah ingin menyampaikan pesan kepada alam bahwa di pagi hari adalah waktu yang ceria untuk beraktivitas dan memuja kebesaran sang pencipta.

Langit-langit Masjid. Dok.pribadi

Tak dapat dipungkiri banyak sebagian orang dikala shubuh masih menikmati lelapnya tidur dan nyamannya selimut. Ranggawarsito dalam Serat Wedharaga berpetuah, "Wiwit Anem Amandenga Laku, Ngengurangi Pangan Turu Sawatawis, Amekak Hawa Nepsu, Dhasarana Andhap Asor", yang artinya sejak muda saatnya untuk lelaku, mengurangi makan dan tidur, menahan hawa nafsu dengan didasari sifat sopan santun.  Petuah ini mengajarkan pada kita bahwa manusia harus menjalani hidup secara terkontrol, diantaranya mengurangi makan dan tidur. Membagi waktu yang imbang antara kebutuhan dunia dan kewajiban kepada Sang Ilahi.

Setelah usai menjalani sholat shubuh, saya melanjutkan untuk mendengarkan kajian shubuh dengan salah satu pokok bahasannya tentang bagaimana menjadi manusia yang mulia. Manusia mulia di bumi ini berkiblat pada perilaku yang dicontohkan Rasulullah SAW. Kemuliaan diukur bukan dari tingginya jabatan, banyaknya harta, kecantikan istri. Kemuliaan diukur dari seberapa banyak kita bermanfaat bagi orang lain, seberapa banyak kita bermanfaat bagi lingkungan di sekitar kita. Rasulullah SAW mencontohkan sering berdakwah, dakwah beliau kepada para umat sangat bermanfaat bagi pencerahan banyak orang. Ilmu tidak disimpan untuk diri sendiri, tetapi buat kemaslahatan orang banyak.

Kemudian saya merenung dan berpikir... saat ini saya melihat banyak mualaf (orang non muslim yang masuk islam) yang telah menjadi ustaz dan mendedikasikan dirinya untuk berbagi ilmu kepada orang banyak. Mereka tidak takut dihujat, tidak takut tak punya rezeki, tidak takut berurusan dengan polisi karena niat tulus mereka untuk berbagi kebenaran. Disisi lain, kadang saya malu juga melihat banyak orang muslim yang dari lahir sudah islam tak mampu berbuat seperti halnya sahabat-sahabat mualaf yang bercita-cita memberikan manfaat bagi banyak orang. Ilmu tidak untuk diri sendiri, tetapi juga untuk orang banyak.

Beberapa pemimpin-pemimpin perusahaan besar pada negara-negara maju, jika ditanya apa cita-cita mereka, ada yang ingin memberikan kontribusi untuk dunia. Dunia? Ya... bukan diri sendiri, bukan daerah sendiri, bukan negara sendiri. Tetapi dunia..... Mungkin kalau di survey jutaan orang yang ada di bumi ini, yang memiliki cita-cita pribadinya untuk memberikan kontribusi di tingkat dunia hanya 1% bahkan kurang. Saya pun jadi teringat kembali saat-saat saya sekolah di Jepang, orang-orang di Jepang sudah diajarkan oleh profesor mereka untuk memiliki cita-cita di tingkat dunia.

Balada Burung Gereja di Masjid seolah mengajarkan kepada saya tentang hakekat kemuliaan, prinsip berbagi kepada sekitarnya. Mungkin itu juga memberikan sebuah penguatan kepada saya, alasan kenapa saya mau menulis. Berbagi kepada orang banyak, semoga saja memberikan inspirasi yang bermanfaat.  




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline