Lihat ke Halaman Asli

Rezeki SyahputraPohan

Mahasiswa UINSU

Pembelajaran Daring dalam Pendidikan

Diperbarui: 19 Agustus 2020   09:24

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sumber gambar: xpertcube.com

Salah satu dampak dahsyat dari internet adalah disintermediasi berarti bahwa pihak yang berfungsi sebagai mediator atau perantara jadi kurang relevan dan akhirnya tersingkir. Internet telah mengambil alih peran tersebut kecenderungan kecenderungan ini kian masif mewarnai berbagai bidang kehidupan kita. Paling kentara, internet telah menyingkirkan tukang pos dan sedang menggusur teller bank, kehebohan dalam pertaksian dan perojekan merupakan wujud mutakhir dari proses disintermediasi ini.

Sebenarnya yang sedang terancam eksistensinya oleh internet bukan hanya perusahaan taksi, tetapi semua pihaik yang mengambil peran sebagai perantara seperti toko, agen distributor, dan tentu saja para guru dan dosen. Internet memungkinkan transaksi terjadi secara langsung antara produsen dan konsumen, antara penumpang dan sopir taksi, serta antara siswa dan pengetahuan. Interaksi atau transaksi langsung ini menciptakan system yang lebih efisien dan murah, tetapi mereka yang tergusur merasa diperlakukan tidak adil.

Namun tidak setiap proses disintermediasi, memunculkan ancaman eksistensi khususnya bila prosesnya berlangsung secara bertahap dan terjadi perumusan ulang peran mereka yang selama ini hanya berfungsi sebagai perantara. Bahkan beberapa pihak mendorong terjadinya percepatan disintermediasi ini, seperti bank yang mendorong pemakaian e-banking, lembaga pendidikan yang mempromosikan e-learning, dan lembaga pemerintah yang terus mengembangkan e-government.

Meskipun transaksi dan relasi yang dimediasi internet sering kurang nyaman dibandingkan memakai mediator manusia tetapi semakin cerdasnya gadget akan mempercepat proses disintermediasi ini. Kalau saat ini koran kertas masih laku, itu karena sebagian besar pembacanya masih merasa lebih nikmat membaca kertas ketimbarg membaca layar gadget, namun kalau kita perhatikan lebih jauh sangat sedikit generasi muda usia di bawah 20 tahun yang membaca koran kertas. Generasi ini tidak pernah merasakan nikmatnya membaca koran kertas bagi mereka gadget lebih memberikan fleksibilitas dan kenikmatan membaca. Eksistensi koran kertas, buku, dan majalah tinggal menunggu waktu. Institusi penerbitan menjadi salah satu yang terancam eksistensinya.

Akar tetapi sebagian besar institusi pendidikan yang sejatinya mengambil peran sebagai mediator dalam pembelajaran belum merasa terancam eksistensinya. Padahal salah satu unit pendukungnya, yakni perpustakaan sudah lama merasakan efek disintermediasi ini. Buku-buku di perpustakaan saat ini hanya jadi semacam pajangan karena pengunjung lebih senang mengakses informasi dan pengetahuan secara daring. Koleksi digital memberikan fleksibilitas, efisiensi dan kecepatan akses informasi.

Dalam konteks ini rencana DPR membangun Gedung perpustakaan terbesar di asia menyiratkan ketidaktahuan fenomena disintermediasi ini. Apakah e-learning akan segera menggusur guru dan dosen? Kenyataannya, e-learning yang sudah beredar 15 tahun terakhir tidak atau belum menggusur guru dan dosen.

E-learning sebagai system belajar yang memungkinkan siswa atau mahasiswa berinteraksi langsung dengan informasi dan pengetahuan belum signifikan mengubah praktik pembelajaran formal di Indonesia. Interaksi  tatap muka antara guru-murid masih mendominasi pembelajaran kita, meski sudah semakin intensif didukung sarana komunikasi digital.

Realitas ini harus kita sikapi dengan kritis karena sebenarnya potensi internet meningkatkan kualitas kegiatan belajar sangat besar. Bila teknologi digital beserta internet hanya digunakan untuk meningkatkan kualitas interaksi  guru-murid lewat presentasi multi-media dan komunikasi daring potensi besar tersebut belum termanfaatkan secara optimal. Lagi pula model pembelajaran seperti ini pada saatnya akan menggusur guru atau dosen.

Pemanfaatan internet hanya akan optimal bila kita mengambil sikap bahwa tantangan utama pembelajaran saat ini adalah kemandirian belajar dan bukan penjejalan informasi. Kemandirian itu bukan hanya menyangkut  kemampuan siswa untuk mencari, menyaring dan mengintegrasikan materi belajar yang tersedia melimpah, tetapi lebih dilandasi berlangsungnya pertumbuhan pengetahuan secara eksponensial. Pertumbuhan pengetahuan seperti itu menuntut siswa untuk semakin mandiri dalam belajar dan tidak melulu bergantung pada guru dan kurikulum.

Bila kemandirian belajar ini dapat berkembang optimal, pada gilirannya anak-anak akan memiliki kemandirian hidup, khususnya di zaman ketika pengetahuan dan kreativitas menjadi panglima kehidupan. Orientasi Pendidikan pada kemandirian belajar juga akan menyederhanakan kurikulum yang selama ini dirasakan terlalu berat. Hal ini mungkin karena kurikulum hanya perlu memuat hal-hal mendasar untuk kepentingan analisis serta pengambilan kesimpulan, dan tidak perlu memuat banyak hal yang bersifat informatif karena internet telah menyediakannya.

Gagasan pendidikan modern seperti itu hanya dapat terwujud lewat implementasi model pembelajaran yang berpusat pada siswa atau student centered learning. Pembelajaran model ini paling efektif diwujudkan dengan kegiatan belajar berupa studi kasus pemecahan masalah atau pembuatan proyek. Untuk itu guru atau dosen tidak lagi pertama-tama mengajar atau menerangkan, tetapi menjadi pendamping atau mentor.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline