Lihat ke Halaman Asli

Reynal Prasetya

TERVERIFIKASI

Broadcaster yang hobi menulis.

Ketika Membayar Utang Menjadi Hal yang Begitu Berat

Diperbarui: 10 Desember 2019   01:52

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ilustrasi membayar utang (Sumber: opini.id)

Bagaimanakah perasaan Anda tatkala melihat seseorang yang mempunyai utang pada Anda, lalu tanpa sengaja Anda memergokinnya sedang membeli sesuatu? Mungkin perasaan Anda tiba-tiba hancur, kecewa, bahkan marah karena merasa disepelekan.

Mengapa membayar utang itu begitu berat? Ketika kita memutuskan untuk berutang tentu sejak awal kita sudah siap berkomitmen untuk melunasi utang tersebut. Bagaimana pun caranya.

Menurut apa yang saya pahami, ternyata membayar utang itu lebih utama daripada sedekah. Nah akan tetapi masalahnya, masih banyak sekali orang-orang yang abai soal ini. Parahnya, malah ada yang merasa sama sekali tidak punya utang, lalu pergi, kemudian hilang dari peredaran.

Saya tentu tidak bermaksud mengutuk orang-orang yang suka berutang, karena saya pun pernah berutang. Ini adalah hal yang normal dan manusiawi. Akan tetapi bila seseorang dengan sengaja melalaikan kewajibannya membayar utang, tentu ini menjadi masalah bagi dirinya maupun orang lain yang ia utangi.

Selama kita berniat dengan bersungguh-sungguh untuk melunasi utang, maka sudah pasti kita akan mampu melunasinya. Kalau pun kita tidak mampu melunasinya secara cash, tentu kalau bersungguh-sunguh melunasinya, kita pasti akan mencicil membayarnya.

Alasan seseorang berutang tentu sangat beragam, ada yang terdesak karena kebutuhan, ada yang berutang untuk membangun usaha, ada yang berutang karena gengsi ingin beli barang-barang mahal, anehnya ada juga orang yang berutang karena memang hobi dan sudah menjadi kebiasaan.

Besar ataupun kecil nominalnya, utang tetaplah utang. Utang menjadi terasa besar bila kita menunda-nunda untuk membayarnya. Kita pun pasti seringkali menemukan keanehan, ada orang yang katanya belum mampu membayar utang, tapi mengapa ia masih mampu beli kuota untuk update status di sosial media? Ada orang yang katanya belum mampu membayar utang, tapi kenapa kok masih bisa jalan-jalan dan belanja-belanja? 

Hanya karena utang pula akhirnya manusia dengan tega menghilangkan nyawa, hanya karena utang pula silaturahmi bisa terputus dengan tiba-tiba. Padahal kalau memang belum mampu membayar, setidaknya ada itikad baik untuk memberi kabar dengan jujur dan tinggal bilang belum bisa bayar. Jangan malah pergi, hilang, dan merasa tidak punya utang. 

Source: republika.co.id

Kalau berutang sudah menjadi hobi dan kebiasaan bagi sebagian orang. Itu tandanya sudah perlu diobati, karena ini penyakit spiritual. Kita sebagai pihak yang memberi utang pun perlu ikut andil memutus kebiasaan ini supaya ia bisa benar-benar terbebas dan lepas dari lingkaran setan yang mengerikan itu.

Ketika kita terlepas dan hidup bebas tanpa utang, tentu kita akan merasa damai dan bahagia. Kita tidak seperti dihantui oleh rasa kekurangan. Hati menjadi lapang dan rezeki sudah pasti akan lebih mengalir dan berlimpah. Karena jika kita dengan sengaja menunda-nunda membayar utang, tanpa disadari sebenarnya kita sedang mempersempit aliran rezeki dan menyulitkan diri sendiri.

Pada akhirnya semua akan berbalik pada diri kita sendiri. Karena hidup ini di atur-atur oleh hukum-hukum yang adil. Bilamana kita lebih banyak berbuat baik pada orang lain, tentu akan lebih banyak pula kebaikan-kebaikan yang datang dalam hidup kita, sebaliknya jika kita menyulitkan orang lain pada hakikatnya kita sedang menyulitkan diri kita sendiri.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline