Lihat ke Halaman Asli

La Ode Muh Rauda AU Manarfa

Dosen Sosiologi Universitas Dayanu Ikhsanuddin

Mengapa Kita Tidak Memulainya Dari UNIDAYAN?

Diperbarui: 21 Januari 2024   19:34

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Pagi ini saya menonton cuplikan video berjalannya persidangan awal dari sebuah gugatan yang dilayangkan oleh Afrika Selatan kepada Israel di Mahkamah Internasional. Di hadapan 15 hakim yang memimpin jalannya persidangan tersebut, 2 orang pengacara perempuan mewakili Afrika Selatan mendeskripsikan apa, mengapa, dan bagaimana sehingga Afrika Selatan menggugat Israel, terkuak fakta 70% korban kejahatan Israel di Palestina merupakan perempuan.

Menjadi pertanyaan, mengapa Afrika Selatan yang mempelopori gugatan ini?. Afrika Selatan tidak dapat dipisahkan dari sejarah kelam selama beberapa dekade yang mereka alami melalui politik aparteid, pemisahan terstruktur dalam berbagai bidang yang diterapkan di Afrika Selatan oleh ras berkulit putih di atas tanah yang telah lama didiami oleh ras berkulit hitam.

Nampaknya kesamaan sejarah, rasa empati, tingginya rasa kemanusiaan yang ada di Afrika Selatan melebihi mereka yang mengklaim sebagai bangsa paling beradab dan menjunjung tinggi kemanusiaanlah yang menjadikan mereka dari Afrika Selatan bulat melangkahkan kakinya hingga ke Den Haag Belanda, ke Mahkamah Internasional.

Banyak pihak yang telah memberikan perkiraan bahwa gugatan ini tidak akan berjalan mulus, karena Israel tentunya akan berupaya menggalang dukungan publik dari negara-negara yang mendukungnya agar mempengaruhi opini yang berbeda dengan materi gugatan. Walaupun hasil akhir dari persidangan ini telah dapat diperkirakan bahwa Israel diputuskan bersalah lakukan genosida di Palestina, tidak ada yang dapat menjamin bila Israel akan mematuhi isi putusan itu nantinya dan menghentikan tindakannya apalagi sampai mau meminta maaf.

Andai Karl Marx masih hidup saat ini, mungkin beliau masih akan menyempurkan pandangannya tentang masyarakat melalui fenomena Palestina dan tentu saja kian mempertebal karya Das Kapitalnya. Dunia terus berkembang, teori-teori masa lalu yang lahir dari perspektif terhadap masyarakat yang ada pada saat itu butuh modifikasi guna secara memadai menemukan apa yang sebenar-benarnya sedang terjadi pada fenomena saat ini, karena tidak akan cukup hanya dengan memakai kacamata borjuis proletar dalam melihat Genosida di Palestina memakai contoh kasus masyarakat era revolusi industri di Eropa.

Menurut saya perlu ada terminologi baru pada Sosiologi dalam memandang ini, kita dapat memulainya dari Sosiologi Armagedon, yakni sebuah cabang dalam Sosiologi yang melihat kondisi kehidupan manusia di dunia hari ini dengan warna akhir zaman, yang mana telah dinubuatkan di dalam banyak kitab-kitab suci yang dianut oleh masyarakat berbagai bangsa dan budaya tentang kehidupan masyarakat dunia yang penuh kekacauan dengan segala dinamikanya. Mengapa kita tidak memulainya dari UNIDAYAN?.

Baubau, 14 Januari 2024




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline