Lihat ke Halaman Asli

Rania Wahyono

Freelancer

Benarkah Negara Atheis Lebih Tentram dan Damai?

Diperbarui: 9 Januari 2024   20:35

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Seorang teroris sedang melancarkan aksinya (Sumber Foto: https://pixabay.com)

Aksi serangan bom bunuh diri kembali terjadi di Polsek Astana Anyar Bandung di tengah masyarakat yang mendambakan ketenangan dan kedamaian. Pelakunya adalah mantan narapidana dengan kasus yang sama. Ditemukan sebuah barang bukti berupa sepeda motor berwarna biru terpasang selembar kertas bertuliskan “KUHP = Hukum Syirik/Kafir. Perangi para penegak hukum setan. QS 9:19".

Mayoritas masyarakat pada umumnya akan berpendapat atau berkomentar ketika ada hal negatif dari tindakan seseorang dengan mengatasnamakan agama maka argumen yang muncul adalah agamanya tidak salah yang salah pemahaman orang tersebut. 

Sekilas pernyataan ini bisa diterima. Kalau yang dimaksud yang salah adalah pemahamannya artinya orang tersebut kurang level kesadarannya dalam memahami agama tersebut. 

Hal ini dapat kita lihat seandainya ada satu kitab atau satu buku dibaca ratusan orang mungkin akan ada banyak persepsi, belum tentu semua bisa menangkap sama dengan apa yang tertulis. Artinya ada suatu bagian dalam diri orang tersebut yang mempengaruhi orang itu paham atau tidak, karena ternyata kuncinya bukan di agamanya tapi pada kesadaran orang yang memahami agama itu. 

Ini menjadi kontradiktif dengan sisi pandang bahwa agama adalah kebenaran. Kalau agama sebagai kebenaran artinya agama tidak mungkin salah dan kitabnya tidak bisa dirubah. 

Saat itu pula agama menjadi kebenaran absolute. Konsekuensi dari sudut pandang agama sebagai kebenaran dimana apapun yang paling tinggi dan paling berkuasa adalah Tuhan, kemudian Tuhan yang konsepnya non materi di reduksi ke dalam agama atau sistem kepercayaan lalu ajarannya dimasukkan dalam satu kitab, maka disitulah semua masalah dan konflik muncul. 

Terjadi perpecahan antar umat manusia yang bersumber pada agama di dalam internal agama maupun antara agama. Sisi pandang Tuhan di atas segalanya ini menjadi dasar agama menjadi kekuatan yang bisa dimanfaatkan untuk apapun. 

Yang masih terjadi dalam peradaban kita saat ini perang atas dasar agama, penguasaan wilayah, bisnis untuk meraup kekayaan pribadi atas dasar agama, dan apa yang kita jumpai di negara kita sampai sekarang dimana konflik politik selalu membawa agama. Pada akhirnya agama menjadi sebuah simbol kekuasaan yang kehilangan makna substansialnya. 

Kalau kita bicara tentang beberapa negara di Eropa, Scandinavia dan negara Asia Timur seperti Jepang, Korea Selatan atau beberapa negara yang di nilai penduduknya atheis. Negaranya jauh lebih maju, damai, menjunjung toleransi, penduduknya bahagia, tidak terpolarisasi, dan angka kriminalitasnya rendah. 

Namun proses ini tidak instan, tapi sebuah perjalanan panjang. Sebagai gambaran dulu Eropa pernah mengalami era kegelapan di masa Kerajaan Romawi. Zaman ini merupakan periode kekuasaan agama, karena agama sangat mendominasi kepentingan masyarakat. Hal-hal  yang tidak berhubungan dengan agama dianggap melanggar hukum. 

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline