Lihat ke Halaman Asli

Friedrich Nietzsche: Menggugat Keadilan Ilahi di tengah Derita Dunia

Diperbarui: 6 Agustus 2025   22:02

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Nietzsche: Foto oleh AI Gemini

(Review Vidio kanal You Tube Luciveda)

Sebuah pemberontakan akal "Di mana keadilan Tuhan?" menjadi sorotan dalam sebuah video You Tube terbaru yang telah menarik perhatian publik. Video ini dengan cermat mengupas masalah kejahatan, kontradiksi yang tampak antara keberadaan Tuhan yang maha baik dan maha kuasa dengan realitas penderitaan serta kejahatan di dunia. Namun, di antara berbagai respons teologis dan filosofis, pandangan radikal Friedrich Nietzsche muncul sebagai antitesis tajam terhadap dogma agama.

Epikurus (341-270 SM), David Hume (1711-1776 M) hingga Nietzsche (1844-1900): Sebuah Trilema Abadi

Video dibuka dengan trilema Epikurus klasik: jika Tuhan maha baik mengapa kejahantan ada? jika maha kuasa mengapa tidak menghapus penderitaan? Jika maha tahu mengapa ia diam? Pertanyaan ini membedah dua jenis kejahatan: kejahatan moral yang disebabkan oleh tindakan manusia dan kejahatan alamiah, seperti bencana dan penyakit.

Trilema mematikan David Hume (1711-1776 M), Tuhan yang sempurna dan dunia yang penuh kejahatan adalah dua hal yang tidak mungkin bersatu. Seorang anak lahir direruntuhan perang, di sisi lain, seorang koruptor tertawa bebas sambil menghisap darah rakyat, di mana keadilan Tuhan? Penderita berteriak dalam diam, mengapa tragedi buruk tidak memilih korban? Mengapa yang jahat berkuasa? Sementara yang suci tersalib. Ini bukan sekedar pertanyaan, ini pemberontakan akal yang membakar kitab-kitab suci, sebuah perlawanan jiwa yang menolak takdir sebagai jawaban final.

Agama menjanjikan harmoni tapi dunia mempertontonkan kekacauan, apakah ini ujian atau kekejian? apakah Tuhan hanya mitos, proyeksi kebutuhan jiwa manusia yang rapuh, bisik Ludwig Feuerbach (1840-1872). Akan tetapi dibalik kemarahan ini, tersembunyi kerinduan akan makna, bisakah kegelapan dunia berdamai dengan bayangan Tuhan yang sempurna? Inilah problem of evil paradoks tertua yang mengoyak keyakinan manusia.

Berbagai filsuf dan pemikir agama mencoba menjawab dilema ini. Agustinus (454-430 M) berpendapat bahwa kejahatan berasal dari kehendak bebas manusia dan dosa asal. John Hick (1922-2012 M) mengatakan bahwa penderitaan adalah konsep pembuatan jiwa (soul-making), di mana penderitaan menjadi jalan bagi Tuhan untuk menyempurnakan jiwa manusia. Tapi apakah kita bisa menerima argumen ini saat melihat bayi yang mati kelaparan di Somalia?  

Ini bukan lagi perdebatan akademis, tapi jeritan hati yang terluka, di sinilah suara Friedrich Nietzsche menggaung lantang sebagai penentang dogma yang fundamental. Nietzsche berseru, ''Tuhan yang membiarkan penderitaan manusia pantas diadili"

Nietzsche Si Pembunuh Tuhan

Nietzsche dalam dalam vidio yang berdurasi 17 menit itu mengolok dengan khas, membungkam gagasan konsep Tuhan yang membiarkan penderitaan, bagi Nietzsche, Tuhan yang mengizinkan kejahatan atau penderitaan semacam itu adalah entitas yang tidak layak disembah bahkan dapat disebut sebagai monster, jika maha tahu Tuhan sadar akan penderitaan yang tidak berdosa, jika maha kuasa ia mampu menghentikannya, jika maha baik ia pasti ingin menghentikannya, argumen Nietzsche seperti palu godam yang menghacurkan fondasi iman.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline