Lihat ke Halaman Asli

Rafi Mohammad

Mahasiswa

Supervisi yang Menghidupkan, Bukan Menakutkan!

Diperbarui: 21 Juni 2025   21:55

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Foto : Supervisi Pendidikan Sumber : Canva

Selama bertahun-tahun, supervisi pendidikan kerap diasosiasikan dengan sesuatu yang menegangkan. Guru merasa diawasi, dinilai, bahkan "diadili." Supervisi menjadi momok, bukan momentum untuk berkembang. Padahal, di tengah semangat Kurikulum Merdeka, supervisi seharusnya menjadi proses yang menghidupkan, membangkitkan motivasi guru, dan memfasilitasi perubahan nyata dalam pembelajaran.

Era sekarang menuntut pendekatan baru supervisi yang humanis, reflektif, dan memberdayakan. Supervisi tidak lagi sebatas menilai, tapi menjadi ruang dialog antara pemimpin pendidikan dan guru dalam merancang mutu pendidikan yang lebih baik.

Supervisi Pendidikan: Antara Citra Lama dan Harapan Baru

Supervisi selama ini identik dengan kegiatan formal, kaku, dan birokratis. Beberapa guru bahkan mengaku merasa tertekan ketika supervisi dilakukan, karena takut salah dan tidak siap menghadapi pengawas atau kepala sekolah. Praktik seperti ini bertolak belakang dengan prinsip coaching dan mentoring yang menjadi esensi supervisi modern.

Di era Kurikulum Merdeka, guru justru diberikan keleluasaan untuk berinovasi, memilih metode sesuai kebutuhan murid, dan membangun pembelajaran bermakna. Supervisi idealnya menjadi teman seperjalanan, bukan wasit di lapangan.

Supervisi yang Menghidupkan: Ciri dan Praktik Nyata

Apa itu supervisi yang "menghidupkan"? Ini bukan sekadar istilah manis. Supervisi yang menghidupkan punya ciri-ciri berikut:

  1. Berbasis Dialog dan Refleksi

Guru dan supervisor duduk bersama mengevaluasi praktik pembelajaran secara reflektif. Tidak ada rasa dihakimi, yang ada adalah dorongan untuk tumbuh.

  1. Fokus pada Solusi, Bukan Sekadar Masalah

Ketika ditemukan kendala, fokus diarahkan pada solusi dan strategi perbaikan, bukan pada siapa yang bersalah.

  1. Mendukung Inovasi Guru

Supervisi mendorong guru untuk mencoba hal-hal baru, bukan takut salah. Eksperimen pembelajaran dipandang sebagai proses belajar.

  1. Humanis dan Empatik

Supervisor memahami konteks masing-masing guru dan sekolah. Supervisi bukan hanya soal teknis, tapi juga soal kemanusiaan.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline