Saya pikir membaca buku itu mudah, sederhana, dan gampang. Tetapi rupanya, ya, tidak juga. Begitu banyak faktor yang berkontribusi pada kualitas membaca dan kualitas otak kita dalam memahami apa yang menjadi bagian dari isi teks tersebut. Membaca, rupanya juga proses berpikir yang gak sesederhana itu dalam hal penyajian atau penyampaian materi dari bukunya itu sendiri adanya. Jangan bayangkan bahwa membaca itu adalah sesuatu yang mudah atau relatif sederhana, karena nyatanya, ya nggak juga. Membaca itu sulit, sesulit menjerang air sumur jika punggung kita tengah kesakitan.
Konsisten Tidak Semudah Yang Kita Bayangkan
Konsisten itu mudah diucapkan, tapi pada akhirnya selalu sulit dan rumit dalam pelaksanaannya. Dalam segala hal saya pribadi sering merasakan betapa susah dan rumitnya menjadi pribadi yang konsisten dan lurus hati. Konsisten itu sendiri, pada akhirnya membutuhkan semacam sikap keterbukaan dan kerendahan hati yang tulus bagi mereka yang berminat menjadi seperti itu, dan tentu saja, kita harus bersabar dalam hal melakukan itu. Konsisten, menuntut kepatuhan dan kerja keras, beserta tanggung jawab yang nyata dan berdampak. Kondisi mental dan fisik kita juga harus maksimal, supaya kita dapat menyerap dan menerima manfaat dari sikap konsisten yang saya maksudkan itu tadi. Walhasil, bahkan dalam segala hal, konsisten seringkali menjadi karakter atau bagian dari kepribadian yang susah-susah gampang dalam percobaan untuk menerapkan itu dalam realitas kehidupan sehari-hari.
Membaca Buku
Membaca buku itu kegiatan yang mudah dan terlihat sederhana, dari permukaan. Tetapi sayangnya seringkali gak selalu seperti itu, karena ya itu tadi, tidak banyak waktu yang dapat didedikasikan pada masa dewasa akhir-akhir ini, yang dimana itu memberikan kita semacam kelegaan dan kepantasan yang layak untuk membaca dan dengan tekun menyimak teks-teks yang dimaksu. Itu juga membutuhkan hati nurani yang mau belajar dan kerja keras pikiran yang tenang dan damai, beserta pula ketekunan yang mantap dan sungguh-sungguh dalam pelaksanaannya. Saya pribadi mampu membaca sekitar 26 buku setiap tahunnya, dan itu bisa lebih tergantung suasana hati dan kesiapan kondisi mental sehari-hari. Kalau saya sedang depresi, ya, saya bakal sudah untuk menekuni proses kerja kreatif semacam itu
Apakah Jumlah Buku Yang Dibaca Penting ?
Saya sering merenungi, apakah akumulasi total buku yang kita baca setiap tahunnya itu penting atau tidak ? Bagi saya, relatif penting. Membaca buku bukan berarti satu-satunya jalan menuju kecerdasan yang unggul, tetapi setidaknya itu membantu kita untuk membuka perspektif yang layak dan sehat bagi kehidupan sosial kita sendiri nantinya kedepannya. Dan itu sendiri pada akhirnya cukup banyak berdampak positif, jika kita memilih untuk membaca sebanyak mungkin buku setiap saat. Saya pribadi mampu membaca 3-8 buku setiap bulannya, dan saya tahu kalau itu jumlah yang relatif wajar. Bagaimana dengan anda ?
Negara Maju
Negara yang maju, cenderung banyak membaca buku. AS, menurut statistik memiliki 17 buku pertahun rata-rata, yang dibaca oleh masyarakatnya setiap tahun. Inggris 15, Prancis 14, dan Belanda 8. Pengecualian mutlak untuk negara semacam India yang entah bagaimana masih belum menemukan puncak kejayaannya sampai saat ini. Konon pelajar SMA di Belanda membaca 30 buku semasa masa mudanya, dan saya pikir kalau itu memang benar, maka wajarlah sampai saat ini Belanda masih jadi kekuatan ekonomi Eropa yang kokoh dan stabil, serta selalu relevan dan relatif Terpelajar sepanjang beberapa abad ini. Indonesia sendiri masih rata-rata membaca sekitar 6 buku setiap tahunnya, dan bagi saya itu masih belum cukup
Akhir Kata
Membaca, dan kaitannya dengan konsistensi, adalah sesuatu yang tidak sederhana. Sekali lagi, itu butuh proses yang progresif dan terus menerus, beserta ketekunan yang nyata dari dalam diri kita sendiri, dan juga tanggung jawab yang rendah hati dengan kenyataan. Membaca, adalah pintu gerbang menuju kerendahan hati, dan kerendahan hati, seperti selalu, adalah awal dari kemajuan umat manusia .