Lihat ke Halaman Asli

Tunduk Pada Partai, Jokowi Bukan Pemimpin yang Berani

Diperbarui: 24 Juni 2015   03:33

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

"Karena kan wali kota saja belum selesai, Bapak sudah ke sini, lalu belum apa-apa, Bapak jadi presiden. Saya rasa terlalu maruk kalau Bapak mau semua, tapi tak selesai sebelumnya," ujar salah satu peserta dialog publik bertemakan "Membangun Pelayanan Publik yang Profesional dan Antikorupsi". Kalau Anda ingin melihat beritanya silahkan kunjungi http://megapolitan.kompas.com/read/2013/12/23/1618219/Ketika.Seorang.Ibu.Sebut.Jokowi.Maruk.

Hmmm, saya kurang puas dengan jawaban Jokowi pada berita di atas.... -_-. Pertanyaan pedas yang mungkin ingin saya sampaikan Anda bekerjasama untuk rakyat atau partai?

Saya memang orang yang tidak mengerti masalah politik dan aturan mainnya. Namun melihat seorang pemimpin yang tunduk pada kepentingan golongan tertentu menurut saya bukanlah pemimpin yang tegas dan berani. Makna tegas dan berani harusnya bisa dengan tegas menolak hasyutan golongan tertentu.

Jokowi bukanlah pemimpin yang berani bila selalu tunduk pada kepentingan partainya. Tak ada bedanya kalau begitu dengan politisi lain yang mementingkan golongan partainya. Seorang Jokowi yang notabennya seorang mantan pengusaha harusnya bisa menyelesaikan  permasalahan penting dan genting terlebih dahulu. Dalam hal ini permasalahan jakarta soal kemacetan dan banjir.

Jujur saya merasa tidak respect ketika berbagai media memberitakan wacana beliau menjadi capres pada 2014. Bahkan lebih prihatin lagi dia dijadikan cawapres untuk mendampingi tokoh tertentu, kesannya seperti menjadi boneka untuk kepentingan partai.

Memang di media kalau di tanya pertanyaan apakah ingin menjadi capres? beliau jawab tidak mikir dan masih fokus pada jakarta, kesannya seperti polos dan sederhana saja. Tapi melihat pada masa lalu sewaktu menjadi walikota solo, dia dengan mudahnya tunduk pada keputusan partai untuk menjadikannya sebagai gubernur. Apakah ini akan terulang lagi? Kalau ya, jelas semakin membuktikan kalau beliau penakut dan tidak bisa menjadi pemimpin yang berani.

Entah kenapa saya menjadi yakin kalau sebenarnya pak Jokowi dalam hatinya juga tidak terlalu setuju kalau dirinya maju pada ajang pilpres 2014, mengingat beliau masih mengurusi persoalan jakarta yang belum selesai. Namun sekarang kesannya Pak Jokowi seperti takut mengikuti kata hatinya dan cenderung mengikuti permainan golongan tertentu.

Saya menyayangkan ketika ditanya wartawan soal wacana dirinya maju dalam pilpres, Jokowi kurang tegas ketika menjawab soal itu. Jawabannya pasti selalu dialihkan atau diam sama sekali. Seorang pemimpin yang berani harusnya mengikuti kata hatinya dan  bisa menolak tawaran yang sebenarnya belum saatnya dia terima.

Jadi apa yang membedakan Jokowi dengan pemimpin lain pada umumnya kalau dia tetap nurut pada partainya?  Dalam kasus ini tak ada yang berbeda.

Pembaca sekalian merasa panas kalau tokoh idola Anda saya komentari seperti ini, oke kalau begitu kritikan ini saya lanjutkan kepada masyarakat yang kurang paham dan belum mengerti saja. Untuk masyarakat bayaran yang mendukung jokowi untuk kepentingan tertentu, lain lagi ceritanya.

Masyarakat Indonesia yang mendukung beliau menjadi capres kalau menurut saya kurang tepat jika pada tahun 2014.  Saya sebenarnya tetap mendukung Jokowi menjadi presiden karena kualitasnya yang sudah mendunia. Namun pada tahun 2014 bukanlah saat yang tepat mengingat permasalahan jakarta yang belum selesai.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline