Lihat ke Halaman Asli

Jonathan Latu

Banser NU

Idul Kurban dan Tradisi Maluku sebagai Benteng dari Radikalisasi Agama

Diperbarui: 14 Agustus 2019   10:36

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Foto by Andi Tuasikal | Tradisi Idul Qurban di Negeri Matasiri - Pelauw Kab. Maluku Tengah 2019

Saya Kader Ansor dari Maluku. Saya akan berbagi tentang bagaimana Maluku dan tradisinya yang luar biasa kaya, berkolaborasi dengan indahnya Islam Nusantara dan amalan maupun hari rayanya menjadi benteng penjaga NKRI dari radikalisasi Agama.

Foto by Andi Tuasikal | Tradisi Idul Qurban di Negeri Matasiri - Pelauw Kab. Maluku Tengah 2019

Foto by Andi Tuasikal | Tradisi Idul Qurban di Negeri Matasiri - Pelauw Kab. Maluku Tengah 2019

Foto by Andi Tuasikal | Tradisi Idul Qurban di Negeri Matasiri - Pelauw Kab. Maluku Tengah 2019

Foto diatas ini adaah satu contoh yang menggambarkan betapa luasnya manifestasi budaya dan tradisi Islam yang ada di Maluku tanpa sedikit pun bertabrakan dengan hal-hal bersifat "syar'i" didalam cara kita beragama (ber-Islam) bahkan kehidupan antar sesama.

Satu dari sekian bukti bagaimana kita bisa belajar dan memahami Islam di Nusantara, mungkin kita tidak akan pernah menemukan ini ada di dalam kebudayaan dan tradisi bangsa-bangsa di arab, dimana Islam pertama kali disana, karena pada dasarnya memang akan sangat berbeda secara budaya, sejarah dan tentu saja geografinya. 

Menurut saya jika dikaji usul fiqhnya pun tidak akan bertabrakan, karena dasar dari sebuah amalan adalah niatnya, seperti halnya para Walisongo menyebarkan Islam di Jawa dengan pendekatan Budaya.

Tradisi atau bisa kita sebut dengan kearifan lokal menjadi benteng utama penghalang masuknya ideologi-ideologi sempalan dari luar yang sengaja dibalut dengan agama untuk merusak ragam, tatanan dan kesepakatan-kesepatan yang sudah ada sejak lama antar sesama. 

Nilai -- nilai  dari Tradisi  atau kearifan lokal inilah yang menyebabkan radikalisme agama sangat sulit tumbuh khusunya di perkampungan/desa-desa yang masih mempertahankan kearifan lokalnya tanpa bertabrakan dengan Ajaran Islam Aswaja. Kearifan lokal bisa menjadi salah satu kekuatan dalam melawan kolompok-kelompok radikal serta mampu menumbuhkan semangat "Cinta Tanah Air".

Tentu saja jika ada kelompok-kelompok yang membawa jargon "khilafah" seperti Hizbut tahrir misalnya yang tetap melancarkan doktrinnya di dimana-mana, pasti tradisi atau kearifan lokal yang selalu dilaksanakan pada momentum hari besar Islam misalanya akan di larang-larang dan di sesat-sesatkan dan tentu saja kalau mereka berkuasa di negara ini  hal-hal tersebut sudah di musnahkan. 

Mereka menyamar didalam balutan-balutan agama, tanpa memahami esensinya beragama. Kita bisa belajar dari apa yang telah terjadi di beberapa negara "Islam"  seperti Libia, Mesir, Syiria, Yaman dll (Arabspring) betapa hancur negera-negara itu karena semangat cinta tanah airnya hilang, salah satu penyebabnya adalah kearifan lokalnya dimusnahkan.

Untuk menjaga bangsa dan negara ini, memang harus dimulai dari semangat Cinta Tanah Air dan semangat itu bisa di temukan didalam Tradisi atau kearifan lokal di daerah kita masing-masing, khusus di Maluku, kita bisa menemukannya lewat beragam tradisi yang sering di laksanakan pada hari-hari besar Islam seperti Idul Qurban dan lainnya. 

Tradisi-tradisi yang sudah ada itulah yang menjadi benteng kita dalam melawan radikalisme.

Rustam Hatala




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline