Lihat ke Halaman Asli

Putu Suasta

Alumnus UGM dan Cornell University

Cahaya Amerika Serikat Semakin Pudar

Diperbarui: 13 Januari 2021   18:24

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Putu Suasta | Dok. Pribadi

Di tahun 1970-an, Presiden Ronald Reagen membuat terkenal julukan Amerika Serikat (AS) sebagai "the shinning city on a hill". Jika bangsa diibaratkan dengan sebuah kota, AS merupakan kota bercahaya di atas bukit dan kota-kota lain menoleh kepadanya. 

Begitulah kira-kira pengertian julukan tersebut yang menyiratkan AS sebagai puncak dari pencapaian peradaban manusia: kemajuan teknologi,  kesejahteraan, kematangan sistem politik (demokrasi), kekuatan ekonomi dan militer dan kedigdayaan kekuasaannya di seluruh dunia. Kini, masihkan AS layak disebut "the shinning city on a hill?".

Hilangnya Politik Kebangsaan

Menyaksikan pertikaian politik di AS akhir-akhir ini yang berpuncak pada  penggerudukan massa pendukung Trump ke Capitol Hill, sulit membayangkan bahwa negeri Paman Sam tersebut selama beberapa dekade membuhulkan dirinya sebagai "champion of democracy".

Alih-alih, kita menyaksikan sebuah negara yang sedang belajar berdemokrasi. Di bawah pemerintahan Trump, AS bukanlah lagi negara yang memantulkan cahaya-cahaya demokrasi.

Sebagaimana dilaporkan Assosiated Press (07/01/20), sebagian besar pendukung Trump yang menyerang Capitol Hill percaya pada teori-teori konspirasi yang digaungkan kelompok sayap kanan ekstrem bahwa Trump adalah korban dari kecurangan Pemilu. Desas desus tanpa bukti sama sekali dipercaya begitu saja oleh masayarakat negara maju. 

Assosiated Press juga melaporkan bahwa Trump turut mendorong aksi massa tersebut melalui komentar-komentar provokatifnya sehingga akunnya dinonaktifkan oleh Twitter dan Facebook. Tak seorangpun dari kita pernah membayangkan bahwa kekonyolan seperti ini terjadi di negara yang mengaku sebagai kiblat demokrasi.

Trump praktis mempertontonkan kepada dunia politik yang hanya berorientasi kepada kekuasaan, bukan kemaslahatan umum (kebangsaan) sebagaimana mereka ajarkan  melalui doktrin demokrasi selama ini. 

Hal ini tercermin tidak hanya di dalam AS sendiri tetapi juga dalam hubungan-hubungan luar negeri yang lebih banyak mengandalkan ancaman, sanksi, manuver-manuver memecah belah, daripada kemitraan-kemitraan yang saling memberdayakan dan demi kemajuan bersama.

Fundamen Ekonomi Keropos

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline