Lihat ke Halaman Asli

putri ainun

mahasiswa

Tak Ada Tandingannya: Kisah Nyata Kyai Buyut Mas Tanding

Diperbarui: 29 Juni 2025   02:17

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

foto : Makam Kramat Buyut Ki Mas Tanding. sumber : pribadi

Tak Ada Tandingannya: Kisah Kyai Buyut Mas Tanding

Di sebuah kampung bernama Parung Jahe, yang terletak di Desa Sukamanah, Kabupaten Tangerang, hiduplah sebuah kisah yang terus berdenyut di antara rimbunnya pepohonan dan hamparan sawah. Kampung yang asri itu tetap setia memegang teguh adat leluhur, meski zaman terus berubah. Di balik keteduhan alam dan kesederhanaan warganya, tersimpan cerita tentang seorang tokoh agung yang dihormati, dikenang bukan hanya karena ilmunya, tetapi juga karena perjalanan panjangnya dalam menyebarkan cahaya Islam. Namanya adalah Kyai Buyut Mas Tanding.

Konon, Kyai Buyut Mas Tanding berasal dari Sumedang. Ia adalah seorang ulama tangguh yang menempuh perjalanan jauh untuk berdakwah. Tidak ada catatan tertulis tentang waktu kedatangannya, hanya kisah-kisah lisan yang diwariskan dari satu generasi ke generasi lainnya. Dikisahkan, beliau tiba di Kampung Parung Jahe pada masa ketika kampung itu masih sunyi, masyarakat hidup sederhana, dan ajaran Islam belum dikenal secara mendalam.

Kedatangan sang Kyai laksana hujan pertama setelah kemarau panjang. Ia tidak hanya mengajarkan salat dan puasa, tetapi juga menanamkan akhlak mulia dan ilmu kehidupan. Kata-katanya lembut namun tegas, setiap nasihatnya membawa ketenangan bagi siapa pun yang mendengarnya. Ia menjadi pembimbing, tempat bertanya, dan pelita dalam kegelapan. Warga pun mulai berkumpul, mendengarkan petuahnya. Bahkan, orang-orang dari kampung seberang datang untuk berguru dan mencari petunjuk darinya.

Kyai Buyut Mas Tanding dikenal sebagai sosok bijak, cerdas, dan berumur panjang. Banyak yang percaya bahwa beliau bukan orang biasa. Ada keistimewaan dalam dirinya yang tak dimiliki siapa pun. Masyarakat meyakini, "tak ada yang dapat menandingi kehebatannya." Karena itulah, ketika beliau wafat, warga kampung mendirikan sebuah tempat peristirahatan untuknya yang kini dikenal sebagai Makam Kyai Buyut Mas Tanding, atau juga dikenal oleh sebagian sebagai Makam Kitanding.

Kisah tentang nama "kitanding" sendiri memiliki akar sejarah yang dalam. Dalam wawancara dengan Bapak Muhammad Hudori Saiful Bahri, seorang tokoh asal kampung Parung Jahe, disebutkan bahwa tempat tersebut dipercaya sebagai titik tapak para waliyullah yang dahulu "hinggap" atau bermukim di sana dalam perjalanannya menebar dakwah dan keberkahan. Beliau mengatakan:

"Kalau dilihat dari nama Kitanding itu, ada sejarah panjang dari zaman dulu. Para leluhur menyebutkan bahwa tempat itu adalah tempat para wali orang-orang pilihan Allah yang memiliki keistimewaan. Dulu, mungkin pada masa penjajahan, banyak terjadi pertempuran, dan di antara para pejuang itu ada pendekar yang tidak terkalahkan. Istilahnya, tiada tandingannya. Maka dari situlah muncul sebutan "Kitanding". Lebih lanjut, ia menuturkan bahwa makam itu bukan sekadar pusara biasa. Warga percaya bahwa melalui para wali yang dimakamkan di situ, doa-doa mereka dikabulkan oleh Allah. Bukan karena mereka menyembah makam atau orang yang telah wafat, melainkan sebagai wasilah perantara dalam memohon pertolongan dan keberkahan kepada Tuhan. "Kalau ada orang mau ikut lomba, misalnya, atau sedang punya hajat penting, mereka sering datang ziarah ke Citanding. Bukan minta kepada wali, tapi memohon kepada Allah melalui perantara tempat dan doa-doa di sana. Banyak yang merasa doanya terkabul. Tapi tetap, keyakinan kita harus kepada Allah, bukan kepada yang lain."

Setiap malam Jumat, terutama pada bulan Mulud (Maulid Nabi), tempat itu ramai diziarahi. Warga datang dengan membawa doa dan harapan. Mereka menabur bunga, menyalakan dupa, membaca tahlil, dan memanjatkan rasa syukur. Ziarah itu bukan semata-mata memohon keselamatan atau kemenangan, melainkan bentuk penghormatan dan cinta kepada sosok yang telah menyemai cahaya di tanah mereka. "Kalau kau berziarah ke sana di malam Jumat, apalagi saat bulan Mulud," ujar seorang tokoh kampung, "kau akan merasakan sesuatu yang tak bisa dijelaskan rasa tenang dan hangat di dalam hati."

Begitulah, meski zaman terus berganti, kisah tentang Kyai Buyut Mas Tanding tetap hidup. Namanya mungkin tak tercatat dalam buku sejarah, namun dalam hati masyarakat Kampung Parung Jahe, ia abadi. Bagi mereka, beliau adalah cahaya yang telah menuntun jalan---dan sungguh, tiada tandingannya.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline