Lihat ke Halaman Asli

Oom Somara De Uci

Radio Rarama Kedaton Cibasale

Wayang Golek, Pagelaran yang Semakin Langka

Diperbarui: 24 Juni 2015   19:16

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

1356069489467968584

Lama saya tak bisa menonton pagelaran wayang golek. Maksud saya pagelaran live, langsung. Kecuali ada di televisi lokal, atau memutar VCD/DVD, pagelaran wayang golek hampir menjadi mustahil.

Entahlah, sekarang ini memang amat sangat jarang ada orang memagelarkan wayang golek. Biasanya pada hajat sunatan atau kawinan. Yang hajat sunatan atau kawinan tetap ada, tetapi yang menampilkan wayang golek sebagai menu hiburan hajatan sulit sekali didapat.

Kalau dulu saya lumayan kenyang nonton wayang golek. Biasanya di tempat hajatan wayang golek ditampilkan dua kali, satu pagelaran digelar siang hari, satu lagi malam hari. Pagelaran yang dihelat siang, biasanya yang manggung dalang muda, dalang yang baru belajar. Disebutnya "Dalang Beurang". Beurang artinya siang. Jangan harap ada lakon bermutu di siang hari, selain dalangnya masih hijau, isi pagelaran lebih banyak diisi oleh tembang-tembang yang diminta penonton. Tetapi lumayanlah, penonton yang sebaigan besar anak-anak biasanya terhibur oleh tampilan wayang jagoan, semacam Gatotkaca, yang hampir bisa dipastikan menang dalam pertarungan super singkat.

Nah, malamnya baru dalang betulan. Penonton dan pedagang riuh sepanjang jalan. Apalagi kalu yang manggung dalang yang benar-benar kesohor. Saya sempat menonton dalang R.H. Tjetjep Supriyadi dari Karawang, yang terkenal dengan suara Rahwana serta hebat kalu memainkan punakawan Dawala. Sayapun sempat melihat Dede Amung Sutarya yang gagah kakalu memainkan Bima, maklumlah grup yang dipimpinnya juga Munggul Pawenang, nama yang diambil dari kerajaan Sang Werkudara. Dalang ini pandai sekali memainkan punakawan Gareng, yang hampir dalam setiap tampilnya bersarung tinju. Dan tentu, saya juga berkali nonton Asep Sunandar, dalang paling kondang saat ini. Ia hampir tapis memainkan semua wayang, terutama punakawan Cepot. Bahkan Cepot ini sudah muncul di awal cerita, membuat penonton bersuit-suit senang.

Sayang kini memang jarang orang menanggap pagelaran wayang golek. Kisah Ramayana dan Mahabarata kini tinggal semata susatra. Padahal wayang bisa memunculkannnya sebagai teater yang megah. Sulit membayangkan muncul Peter Brook dalam wujud tafsir baru terhadap sebuah pementasan.

Panggung politik kita sudah jadi wayang pula rupanya.....




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline