Lihat ke Halaman Asli

Puspito Rahman

Mari Menulis

Bulan Ramadan 2021: 3 Tradisi Ramadan Sarat Makna yang Berubah di Masa Pandemi

Diperbarui: 17 April 2021   00:02

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Kisah Untuk Ramadan. Sumber ilustrasi: PAXELS

      

   Tradisi saat bulan ramadan di setiap daerah memang berbeda-beda, selain kegiatannya, seringkali namanya juga beda, Hehee.... tapi memang sangat menarik untuk diikuti, kegiatan untuk menyambut bulan ramadan, saat ramadan bahkan pasca ramadan sekalipun, selalu tersirat makna falsafah tersendiri.

                Oh ya, selamat menunaikan ibadah puasa, untuk kompasianer yang menjalankan. Semangatnya tetap di jaga ya, walaupun kita masih dalam masa pandemi, banyak kegiatan yang berubah peraturannya, bahkan sampai ada yang di tutup. Setidaknya kita, masih diberi kesempatan untuk memaksimalkan ibadah puasa di tahun 2021 ini, semangat..

                Ngomongin soal tradisi di bulan ramadan, memang betul disetiap tradisi yang dilakukan di Indonesia, seringkali sarat akan falsafah sosial yang mendalam.

                Melansir dari pemberitaan Megapolitan Kompas, 13 April 2021, Mengisi kegiatan menjelang berbuka dalam bentuk kegiatan sosial, berkumpul dengan sanak saudara, belanja makanan, bahkan berburu takjil sekalipun, sudah menjadi tradisi wajib yang dilaksanakan di bulan ramadan.


                Satu, Ngabuburit, sudah menjadi agenda wajib di bulan ramadan. Tradisi ini sebenarnya bisa diisi dengan kegiatan apapun, pokoknya santai, hingga tiba waktunya berbuka. Asal kata dari ngabuburit sendiri, dari bahasa Sunda. Berasal dari kalimat "ngalantung ngadagoan burit", yang terdaftar dalam kamus Bahasa Sunda.

            Ngalantung ngadagoan burit, yang berarti "bersantai sambil menunggu waktu sore", dimana burit bermaksud waktu sore hari. Walaupun bersantai mengisi waktu sore hari yang dimaknai dengan menunggu berbuka puasa. Akan lebih, bermakna dan afdol jika diisi dengan belanja takjil dari warung-warung dadakan, yang berada di pinggir jalan, dimana warung di buka menjelang waktu berbuka dan tutup menjelang waktu sholat isya.

            Jika pun, dirasa terlalu berlebihan saat berbelanja. Tak ada salahnya pula untuk, membagikan takjil secara pada yang membutuhkan. Sudah mendukung warung dengan membeli barang dagangannya, mau di sedekahkan pula takjil yang dibeli. Pastilah, akan berlipat hasil ibadah yang dibuat.

            Namun saat ngabuburit jangan melupakan 3 M (memakai masker, mencuci tangan dan menjaga jarak) saat mengisinya, terlalu lama berkumpul, saat membeli barang dagangan juga berpeluang menyebarkan virus apapun, sebab kita masih dalam masa pandemi.  

                Pada tradisi yang kedua ini, cukup memiliki banyak nama dibeberapa daerah sebut saja obrog-obrog jika di indramayu, namun berbeda pula sebutannya jika di surabaya, Patrol. Melansir dari Harian Kompas  28 Oktober 1971, Patrol sudah sudah menjadi tradisi saat bulan ramadan di Surabaya. Momen patrol saat itu, dengan sekarang pasti berbeda.

                Masa sebelum pandemi, patrol dapat dilaksanakan bersama, berkumpul dengan pemuda sekampung, untuk menyanyikan lagu apapun, dan diiringi musik dilanjutkan memutari kampung. Biasanya kegiatan patrol dimulai menjelang sahur kisaran jam 1 hingga jam 3 dini hari.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline