Lihat ke Halaman Asli

Syarif Ahmad

Universitas Mbojo

Ustadz Abu Bakar Ba'asyir: Dari Subversi ke Terorisme

Diperbarui: 25 Januari 2019   18:05

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Menulis tentang petualangan seorang ideolog Islam seperti  Ustadz Abu Bakar Ba'asyir akan sumir, jika kisah tersebut hanya berdasarkan pada opini yang dibentuk media.

Tulisan ini tidak dimaksudkan sebagai pembenaran apa yang telah diopinikan oleh berbagai media. Tetapi lebih menampilkan sisi sejarah perjalanan seorang Ustadz Abubakar Ba'asyir, meskipun tidak dapat dihindari bias dari tulisan ini.

Tulisan pendek ini, setidaknya memberikan gambaran singkat tentang sejarah dari sikap politik Ustadz Abubakar Ba'asyir atau juga dipanggil dengan Ustadz Abu, tentang ideologi Islam politik yang dianutnya.

Sebuah kisah perjalanan hidup  penuh dengan pertikaian ideologi,   Islam politk versus ideologi Pancasila. Sejak usia muda sampai dengan usia sepuh, pandangannya tentang ideologi Islam, secara terbuka didakwahkan oleh Ustadz Abubakar Ba'asyir sebagai pilihan politik atas kebijakan politik asas tunggal Pancasila pada masa Orde Baru pada tahun 1985.

Sebagai seorang ideologis, Ustadz Abu bersama Ustadz Abdullah Sungkar, Yoyo Roswadi, Abdul Qohar H. Daeng Matase dan Abdullah Baraja, dimulai dari pendirian sebuah Pondok Pesantren Al-Mukmin Ngeruki pada tahun 1972.

Pondok Pesantren Al-Mukmin Ngeruki, menjadi tempat bersemainya gagasan Islam Politik (ideologi Islam), yang berlokasi di Jalan Gading Kidul 72 A, Desa Ngruki, Kabupaten Sukoharjo Provinsi Jawa Tengah, menjadi saksi atas perjalanan ideologi Islam politik yang dianut Ustadz Abu.

Ustadz Abu dan Tuduhan Subversi

Secara historis, sebagaimana dikutip dari buku Dakwah dan Jihad Abubakar Ba'asyir, karangan Irfan Suryahardi Awwas, yang diterbitkan Wihdah Press, 2003. Menunjukan keteguhan sikap dan pilihan politik Ustadz Abu tentang ideologi Islam dan ideologi negara.

Sikap Ustadz Abu bersama Ustadz Abdullah Sungkar tersebut, ditemukan dari isi dakwaan Jaksa Penuntut Umum Roedjito pada persidangan di Pengadilan Negeri Sukoharjo pada tahun 1982. Mereka didakwah telah bertindak subversi, yaitu dengan tuntutan sebagai berikut:

  • Memutarbalikan, merongrong atau menyelewengkan ideologi negara Pancasila atau hukum negara, atau, 
  • Menggulingkan, merusak, atau merong-rong kekuasaan negara atau kewibawaan pemerintah yang sah atau aparatur negaranya, atau, 
  • Menyebarkan rasa permusuhan atau menimbulkan perpecahan, pertentangan, kekacauan, kegoncangan atau kegelisahan di antara kalangan penduduk atau masyarakat yang bersifat luas, atau diantara negara Republik Indonesia dengan suatu negara sahabat. 

Jaksa Penuntut Umum menguraikan perbuatan Ustadz Abu dan Ustadz Abdullah Sungkar tersebut sebagai tindakan melawan hukum, dengan uraian sebagai berikut:

"Pada akhir tahun 1976 di rumah Abdullah Sungkar di Kelurahan Cemani, Kecamatan Grogol, Kabupaten Sukoharjo terdakwa Abdullah Sungkar dan Terdakwa Abu Bakar Ba'asyir dibaiat oleh Haji Ismail Pranoto bekas pimpinan DI/TII dengan cara bersalaman dan menirukan ucapan bai'at, sedang teks bai'at tersebut berasal dari atau menurun bai'at yang dibuat oleh imam Sekarmaji Kartosuwijo. Ada pun bunyi bai'at tersebut adalah sebagai berikut:

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline