Lihat ke Halaman Asli

Pringadi Abdi Surya

TERVERIFIKASI

Pejalan kreatif

Refleksi dari Tetangga Pembudi Daya Ikan Hias

Diperbarui: 28 April 2021   10:10

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ikan Cupang. Sumber: FB Adik (Mesa Suhandana)

Baru saja kusaksikan tayangan dokumenter di Watchdoc Image, tentang seorang pria yang sukses dalam breeding ikan cupang setelah berhenti dari pekerjaannya sebagai manajer di sebuah bank asing. Ternyata, tidak jauh dari rumahku, tetanggaku juga sedang membuat kolam-kolam kecil dengan terpal. 

Awalnya, kupikir ia sedang membuat kolam lele. Namun, ternyata beberapa tetanggaku itu kompak mengembangbiakkan ikan hias mulai dari cupang hingga ikan gapi. Senada dengan itu, sejak puasa ini, adikku juga ikut melakukan breeding ikan cupang.

Menurut mereka, permintaan ikan hias di masa pandemi sedang tinggi. Dalam keadaan normal saja, ikan hias tidak pernah berhenti diminati. Apalagi sekarang kebanyakan masyarakat lebih sering di rumah dan ingin menemukan hobi baru yang bisa mengusir kesepiannya. Salah satu caranya adalah memelihara ikan.

Peluang ini mereka lihat sebagai cara baru agar tetap produktif. Pekerjaan mereka selama ini sebagai tukang bangunan sudah jauh berkurang. Untuk mengisi waktu sambil mencari penghidupan, mereka pun memulai karir sebagai pembudidaya ikan hias.

Saya jadi ingat ucapan Syekh Ali Jaber (alm) dalam podcast bersama Deddy Corbuzier. Tidak ada suatu hal terjadi di dunia ini di luar takdir Allah. Musibah, seperti pandemi ini, juga adalah takdir Allah. Ucapkan alhamdulillah, sebelum mengucapkan innalillahi wa inna ilaihi rajiun. Sebab, selalu ada hikmah di balik sesuatu, ada kemudahan bersama kesulitan.

Tatkala banyak orang kehilangan atau berkurang penghasilannya karena pandemi ini, percaya pada takdir Allah, pasti akan ada pintu rejeki lain yang dibukakan selama kita tetap berpikir positif untuk terus produktif.

Sebagai Aparatur Sipil Negara (ASN), memang keadaan pandemi ini agak lebih menguntungkan ketimbang masyarakat yang bekerja di sektor swasta atau pun sektor nonformal. Negara masih membayar penuh penghasilan rutin yang diterima per bulan. Ditambah lagi dengan fleksibilitas tempat kerja sehingga saya bisa lebih sering work from home.

Tantangan bekerja dari rumah adalah situasi yang melenakan. Bila dalam keadaan normal, saya dituntut untuk bangun pagi, bersiap-siap, berkejaran ke stasiun, dan berebut masuk ke dalam gerbong kereta, lalu berdoa agar tidak ada gangguan di perjalanan. 

Kini, ada satu tugas baru yang harus dilakukan: menghadapi anak yang sedang manja-manjanya. Perlu kiat khusus agar hari tidak malah menjadi berantakan.

Pertama, komunikasikan keadaan pandemi dengan anggota keluarga. Kondisikan bahwa semua jadwal bekerja dan sekolah sama seperti biasanya. Hanya saja sekarang lokasinya dipindahkan ke rumah. 

Waktu bekerja ini yang penting dipahami. Fleksibilitas saat work from home hanya menyangkut lokasi bekerja, bukan waktu bekerja. Hal itu ditegaskan dalam surat edaran yang dikeluarkan oleh Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline