Lihat ke Halaman Asli

Posma Siahaan

TERVERIFIKASI

Science and art

"Padahal Saya Sudah Pakai "Pengaman", Dok..."

Diperbarui: 9 Januari 2019   23:43

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Nyeri perut bawah (dok.pri)

"Pakai "pengaman"? Dua lapis?"Tanya saya sambil bercanda pada pasien laki-laki usia 30-an tahun, sedang mengerjakan sebuah proyek besar di sekitaran Palembang, sementara istrinya tetap di Jawa. Dia tinggal di mess karyawan yang beberapa puluh kilometer dari ibu kota propinsi Sumatera Selatan ini dan pernah di suatu malam minggu plesiran ke kota dan menginap di hotel lalu "memesan" wanita panggilan yang diberikan nomor "WA-nya" oleh temannya.

"Emang harus dua lapis, ya?"Tanyanya lagi kurang menangkap kalau itu bercanda.

Akhirnya saya bilang bahwa penyakit kencing nanah yang dia dapat itu masih saja dapat tertular kalau pengamannya bocor atau terlepas. Mungkin saja cairan  dari si wanita terkena tangan si pria lalu tangan itu memegang "itu" si pria, intinya bakteri "N. gonorhea" disingkat GO itu tersentuh sedikit saja di selaput lendir maka akan berkembang biak.

Gejala klinisnya beberapa hari setelah berhubungan terasa, antara lain kencing bernanah, demam, nyeri di alat vital, sampai bengkak atau kemerahan dan sangat tidak nyaman.

"Yang penting sebenarnya, mencegah kontak dengan individu yang terinfeksi.."Kata saya, atau dengan kata lain, jangan "jajan" lagi.

"Katanya yang dihubungi lewat "WA" itu lebih berpendidikan dan bersih, dok. Kalau yang ada "maminya" di cafe-cafe remang-remang, saya malah tidak mau."Akunya.

Oh, itu masalahnya. Si pasien berasumsi yang dihubungi lewat "WA" atau "online" lebih terjamin mutunya, makanya dia "terpanggil" buat "jajan", ternyata masih kena penyakit juga. Tidak benar "praduga tidak berpenyakitnya", berarti,kan?

Dahulu, tahun 1998-2000, sewaktu bertugas di PUSKESMAS, salah satu tugas saya adalah memberi penyuluhan kesehatan ke lokasi-lokasi "red zone" di sekitar perkampungan nelayan, sambil rutin memberikan suntikan antibiotik penisilin dan suntik KB pada para wanita yang mengaku ingin KB dan sakit saluran kencing. Sebenarnya mereka tidak sakit tetapi untuk pencegahan saja, namun supaya dapat disuntik penisilin itu mengakunya sakit. 

Ini sepertinya sudah "rutin" dilakukan mereka, periodik dengan kesadaran sendiri, kalau ada dokter, mantri atau bidan yang datang berkunjung, sejak sebelum saya bertugas disana. Karena tampaknya mereka sudah tahu pekerjaannya ada resiko tertular penyakit dan hamil, maka itu mereka lakukan dengan teratur. Bila ada "mamimya", malah itu dilakukan dengan komando si "mami".

Sementara itu yang "on-line", terkadang melakukannya bukan sebagai pekerjaan utama, hanya mau diajak saat "butuh pegangan" saja. Istilahnya terkadang harus kenalan dahulu, ngobrol dan merasa dekat dahulu baru janjian "kencan". Apakah mereka ini siap dengan konsekuensi penyakit dan kehamilan? Mungkin ada selintas terpikir, tetapi kemudian terlupa lagi kalau sudah aktifitas lainnya.

Jadi sebenarnya, prostitusi "off-line" yang konvensional lebih mudah disuluh untuk masalah penyakit menular seksual, terutama HIV-AIDS, sementara prostitusi "on-line" yang terkesan "iseng-iseng menjemput rejeki" ini sulit dikendalikan kalau sekiranya salah satunya sudah tertular, terutama kalau yang memakai jasanya wisatawan manca negara.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline