Lihat ke Halaman Asli

ana Mhi

Wanita dengan keseharian biasa saja

(Cerpen) Titip Rindu untuk Ayah

Diperbarui: 12 September 2022   20:06

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sumber: pixabay.com/sasint

Seusai maghrib aku membuatkan ayah kopi dan membawa beberapa gorengan yang ibu siapkan. Ayah sedang duduk di dipan sekarang, menghabiskan rokoknya. 

Suara jangkrik mulai terdengar saling bersahutan. Udara dingin daerah persawahan semakin membuat suasana desa terasa kental.


"Ini kopi hitam tanpa gula khusus Ira buatkan untuk Ayah."


Ayah tersenyum kecil, guratan di wajahnya semakin nampak jelas. Aku tersenyum samar, beliau sudah tua tapi masih tetap semangat mencari uang untuk kami -- aku dan ibu.


"Masuk sana, di sini banyak nyamuk! Bisa merah-merah nanti badan anak ayah ini," ayah mengambil gorengan dan memakannya perlahan sambil meminum kopi. Rokoknya baru saja habis. Ayah memang merokok, tapi tidak sering. Sesekali saja.


Aku menggeleng, "Ira mau di sini dulu, menemani Ayah sebentar."


Kalau diingat-ingat, sudah cukup lama aku tidak menemani ayah seperti ini. terakhir kali saat usiaku masih sebelas tahun, sekarang sudah menginjak enam belas tahun.


Nampak ayah terdiam. Suasana semakin hening. Suara padi-padi diterpa angin terdengar jelas. Desiran halus suara alam, aku menyukainya.


"Panennya berapa lama lagi, Yah?" pertanyaan itu cukup memecah suasana.

Ayah menyesap kopinya, "Kurang lebih dua minggu lagi, Nak."

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline