Lihat ke Halaman Asli

Siswa Rizali

Komite State-owned Enterprise

Saham PGAS: Unrealized Loss Vs Risiko Investasi

Diperbarui: 16 Mei 2021   09:34

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Finansial. Sumber ilustrasi: PEXELS/Stevepb

Bayangkan anda membeli saham harga Rp6000.
Lalu saham ini sempat turun ke 605 pada saat crash Maret 2020.
Saat ini harga saham ini di 1215. Kerugian yang mencapai 80%.

Tentu saham ini anda duga sebagai saham gorengan yang kinerjanya tidak jelas.

Faktanya, saham ini adalah salah satu perusahaan BUMN besar yang secara operasional selalu untung triliunan rupiah. (Hanya di tahun 2020 rugi akibat kalah di pengadilan dalam kasus salah itung beban pajak).

Mungkin ada yg bilang: gejolak harga adalah hal yang wajar dalam investasi saham, karena itu investasi saham harus jangka panjang. Karena itu investor saham harus analisa fundamental dengan baik dan siap melakukan average down bila harga saham mengalami koreksi signifikan.

Lagi2, puncak harga saham 6.000 itu terjadi di Mei 2013 dan Desember 2014, sehingga bila anda melakukan average down, setelah 7 tahun anda masih mengalami kerugian besar.

Saham tersebut adalah saham Perusahaan Gas Negara (PGAS). Dan ini bukan hanya kasus khusus saham PGAS. Hal yang sama terjadi pada saham2 unggulan seperti AALI, ASII, BBNI, BBTN, HMSP, INTP, LSIP, PTBA, PTPP, SMGR, UNTR, UNVR, dan WSKT dengan koreksi harga antara 45%-75%.

Jadi apa menimpa saham PGAS, adalah sebuah rutinitas di bursa saham bagi seluruh saham, termasuk saham blue chip/kapitalisasi besar.

Saham-saham unggulan seperti ini lah yang banyak dimiliki oleh lembaga investasi publik seperti BP Jamsostek dan Taspen. (Lihat Imbal Hasil Investasi Rp 29 Triliun, Ini Koleksi Saham BPJAMSOSTEK )

Apa pelajaran utama disini:
Pertama, benar risiko gejolak harga adalah hal yang sangat serius dalam investasi saham. sebelum dijual memang masih unrealized loss. dan tidak ada yang dapat menebak harga saham dalam jangka pendek maupun menengah. jangka panjang pun tidak mudah. ingat kasus saham teknologi unggulan seperti Yahoo, Lycos, Nokia, dan Blackberry.


Kedua, Risiko Volatilitas harga bersumber dari beberapa komponen yaitu Risiko Fundamental, Risiko Valuasi, dan Risiko Leverage. Risiko Fundamental adalah risiko penurunan kinerja perusahaan yang tentunya akan berdampak pada koreksi harga saham. sementara risiko valuasi adalah risiko membeli harga saham terlalu mahal sehingga ketika ada perubahan persepsi/sentimen sedikit saja atas perusahaan/ekonomi, maka harga saham akan terkoreksi signifikan. risiko leverage terjadi ketika sebuah model bisnis yg baik terlalu menggantungkan diri pada pinjaman untuk melakukan ekspansi. dalam kondisi ekonomi baik, ekspansi dengan utang sangat baik. tapi dalam kondisi ekonomi tidak stabil, hal ini dapat membuat perusahaan kesulitan likuditas dan bahkan terjebak dalam kebangkrutan. 

Saat ketiga faktor risiko ini (fundamental, valuasi, dan leverage) sangat serius, maka unrealized loss segera menjadi total loss yg nyata.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline