Lihat ke Halaman Asli

Muhamad Adib

Wong Alas

Cerita di Balik Viralnya Tasripin

Diperbarui: 5 Januari 2021   10:50

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

dok. pribadi

Awal Tahun 2013 tepatnya di bulan April, nama Tasripin bocah yang putus sekolah di usia 12 tahun, ditinggal bapaknya kerja di Kalimantan, Ibunya meninggal di tahun 2012 tertimbun tanah longsor saat bekerja menggali batu pasir, hidup di gubug sederhana bersama ketiga adik adiknya yang juga putus sekolah, menjadi sangat terkenal dan menghiasi hampir semua media cetak dan Televisi.

Orang-orang datang bersimpati. Juga berbagai dinas instansi turut peduli. Bahkan orang nomor satu di negeri ini, mengutus staf khusus untuk datang dan berempati sekaligus berdonasi.

Seperti yang "lazim" terjadi di negeri ini, setiap peristiwa viral dan  menarik perhatian, selalu saja ada "pihak" yang tidak hanya berkomentar, tetapi menempatkan dirinya sebagai bagian dari keviralan itu dengan berbagai macam cara. 

Ada yang menunjukkan dirinya sebagai orang yang sangat peduli, ada yang berbaik hati dan memposisikan diri sebagai bagian dari peristiwa viral yang terjadi, ada yang mengamati, ada yang menganalisis dari sisi sosiologi, juga politik. Tanpa mencoba mencari tahu bagaimana sesungguhnya cerita viral itu terjadi. Itulah Negeri kita. Dan saya tetap jatuh cinta pada negeri ini...

Adalah peserta didik Sekolah Kader Desa Brilian yang sedang belajar mengidentifikasi potensi dan persoalan sebuah kampung dengan melakukan pendataan dan penyusunan profil keluarga di kampung itu. 

Anak-anak selama hampir 2 minggu datang ke rumah-rumah penduduk untuk langsung bertanya dan mencatat setiap jawaban pada lembar yang sudah di siapkan. Selesai pendataan, peserta didik berkumpul menyampaikan laporannya masing-masing. Beragam cerita unik dan menarik mereka alami. Yang menyenangkan juga yang mengecewakan.

Lalu saya bertanya kepada peserta didik. Menurut kalian siapa keluarga yang paling kaya dan siapa keluarga di kampung ini yang paling miskin. Yang paling kaya, apa saja usaha-usahanya dan keluarga yang paling miskin, apa yang menjadi penyebab dan masalahnya. 

Setelah anak-anak berdiskusi cukup lama, di sebutlah nama keluarga yang paling kaya. Keluarga ini memiliki banyak usaha yang menjadi sumber penghasilannya. Memiliki beberapa sumberdaya seperti tanah sawah, kebun, ternak dan lain-lain. 

Lalu keluarga yang paling miskin adalah keluarga yang dihuni oleh 4 anak-anak masih kecil. Tanpa orang tua. Tidak memiliki apa-apa selain rumah (gubug) yang di tinggali. Dan ke empat anak itu semuanya tidak sekolah. Dan itulah keluarga dengan kepala keluarga bocah kecil yang bernama Tasripin.

Bersama peserta didik yang menyebut nama keluarga paling miskin itu, saya mendatangi rumah Tasripin. Melihat langsung bagaimana keadaan Tasripin dan adik-adiknya. 

Ternyata benar, di gubug ukuran 5 x 7 meter dengan hanya 1 kamar tidur dan dapur, saya menyaksikan kemiskinan seperti di sinetron-sinetron. Di kamar tidur ada kasur yang sudah lapuk dan bau "pesing". Bantal yang sudah tidak layak untuk tidur kucing. Di dapur ada satu tungku dan beberapa piring makan. Pas kebetulan, adik-adiknya Tasripin sedang makan dengan nasi dan kerupuk. Satu piring di makan bertiga.... Hatiku bersyukur, meski dari keluarga sederhana, masa kecilku jauh lebih baik dan bahagia.....

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline