Lihat ke Halaman Asli

Susy Haryawan

TERVERIFIKASI

biasa saja htttps://susyharyawan.com

Keuntungan jika Menhan adalah Prabowo

Diperbarui: 15 Oktober 2019   11:20

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Artikel ini serius bisa, becanda juga bisa, satire gak juga. Nah berbicara kabinet kali ini jauh lebih pelik, lucu, dan bahkan tragis. Mana bisa kalau dalam pemililhan presiden, jadi memiliki kandidat sendiri, namun bergabung dalam pemerintahan. Yo wis ben lah, namanya juga demokrasi ala PAUD.

Politik itu bukan soal salah benar, namun pantas atau tidak. Coba jika semua mau dalam pemerintahan, mbok tidak usah ada capresan yang mahal, kopyokan atau pingsuit saja cukup. Wong akhirnya sama saja.

Patut diapresiasi ketika PDI-P dan Gerindera dua kali kalah oleh SBY dan kawan-kawan, mereka taat dan setia pada koridor demokrasi yang patut. Di  luar pemerintahan dan menjadi pengawas yang meskipun kalah toh tetap pada jalurnya. Ini pembelajaran yang penting, tidak juga mengolo-olok pemerintah dengan capaiannya, meskipun minim.

Ketika Gerindra berseberangan dengan PDI-P dan berkolaborasi dengan yang lain dan kalah, menjadi berubah. Perangai aneh dan lucu, menyandera parlemen sehingga tidak bisa bekerja sekitar tiga bulan. Dan bencana itu mulai menjadi jelas dan nyata. Nyinyiran, cacian berseliweran. Prestasi pun bagi kelompok ini menjadi bahan untuk menegasi, melecehkan, dan lucunya mereka pun di parlemen juga nol besar.

Lima tahun lebih kondisi demikian tercipta. Upaya mengembalikan demokrasi pada jalur yang sepatutnya menjadi penting, demi bangsa dan negara menjadi lebih baik dan tertata. Usaha itu salah satunya mengajak Gerindra masuk dalam pemerintahan. Dua sisi sekaligus.

Mengisolasi dan menalienasi posisi PKS sehingga tidak memiliki cukup daya untuk merusak konsentrasi pemerintahan. Suka atau tidak, peran politikus partai ini secara kelembagaan membuat ribet. Berbeda dengan partai lain yang cenderung orang per orang.

Golkar yang memulai kalah namun bergabung dalam pemerintahan, nafikan P3  yang berbeda konteks, dan PAN sebagai partai tidak jelas jenis kelaminnya itu.  keberadaan pemain kalah namun ingin piala ini memang susah, ketika demokrasi masih sebatas label belum sampai menjadi sebentuk sistem kerja berbangsa.

Cukup membantu jika Prabowo ada dalam pemerintahan, khususnya Menhan, mengapa?

Suka atua tidak, setuju atau tidak, toh bahwa persoalan mendasar hari-hari ini adalah aksi fundamentalisme. Hampir semua lini dan hidup berbangsa sudah terjangkiti. Pembersihan itu sangat sulit karena banyak orang yang tidak tahu apa-apa sudah demikian fanatis, tanpa tahu dengan baik dan mendalam yang dibelanya.

Kedekatan Prabowo dengan beberapa sosok berpengaruh, lembaga-lambaga yang kuat berafiliasi dengan paham itu tidak bisa disangkal lagi. Mana bisa membantah ijtima ulama berkali-kali toh menjadikan Prabowo sebagai capres, artinya ada relasi, jaringan, dan tentu komunikasi yang intens.

Jika mengatakan tidak kenal, atau tidak tahu, jelas tidak mungkin. Rekaman data jejak digital demikian komplit. Lepas dari urusan panasnya masa kampanye dan "rival" dalam prapilpres, toh demi bangsa dan negara yang lebih baik, mengapa tidak. Minus malum.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline